Sengaja Tidak Berpuasa Ramadan, Apa hukumnya?

Assalamualaikum. Ustadz, mohon dijelaskan hukum bagi yang sengaja tidak berpuasa Ramadan, apa hukum dan konsekuensinya? Terimakasih.

 

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

 

Puasa Ramadan adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan setiap muslim, baligh, berakal dan mampu berpuasa berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Allah ta’ala berfirman,

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [QS. Al-Baqarah:183].

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun di atas lima tiang; yaitu Syahadat Laa ilaaha illa Allah (Tiada Tuhan kecuali Allah) dan Muhammad Rasulullah, menegakkan Shalat, mengeluarkan Zakat; menunaikan Haji dan puasa Ramadan”. [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

 

Dalil kewajiban puasa juga diperkuat oleh Ijma’ (konsensus) ulama kaum muslimin sejak masa Sahabat sampai hari ini. (Kifayatul Akhyar fii Halli Ghayatil Ikhtishar, Syaikh Taqiyuddin Abu Bakr Muhammad bin Abdul Mu’min Al-Hishni, Darul Minhaj, Hal. 248; At-Tadzhib fii Adillati Matan Al-Ghayah wat- Taqrib, Prof. Dr. Musthafa Dib Al-Bugha, Darul Musthofa, Hal. 108; Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 3/1629).

 

Lantas apa hukum bagi yang sengaja tidak berpuasa Ramadan, apa konsekuensinya?

 

Apabila seseorang yang tidak berpuasa adalah salah satu dari lima kategori berikut ini, maka tidak ada konsekuensi hukum apapun selain wajib mengqadha puasanya atau membayar fidyah, atau keduanya sekaligus.

 

Berikut uraiannya:

  1. Orang yang sakit dan tidak mampu berpuasa; diwajibkan mengqadha puasa sejumlah hari yang ditinggalkan.
  2. Musafir dan tidak mampu berpuasa; juga diwajibkan mengqadha puasanya.
  3. Orang tua renta yang tak mampu lagi berpuasa; cukup membayar Fidyah tanpa mengqadha puasanya.
  4. Wanita Haidh dan Nifas; Diharamkan berpuasa sehingga suci dan cukup mengqadha puasanya.
  5. Wanita Hamil atau yang menyusui; ada 3 variasi pendapat ulama (Mengqadha saja, atau Membayar Fidyah Saja, atau Mengqadha puasa sekaligus membayar Fidyah).

 

Namun apabila seseorang secara sadar dan senjaga tidak berpuasa tanpa sebab-sebab di atas, padahal dia mengetahui kewajibannya maka pelanggaran ini dikategorikan sebagai Al-Kabaa’ir (dosa besar), bahkan orang tersebut dihukumi kafir apabila disertai dengan penolakan terhadap kewajibannya. Hal ini sebagaimana uraian komisi Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah yang menjelaskan,

 

من ترك الصوم جحداً لوجوبه فهو كافر إجماعاً ، ومن تركه كسلاً وتهاوناً : فلا يكفر ، لكنه على خطر كبير بتركه ركناً من أركان الإسلام ، مجمعاً على وجوبه ، ويستحق العقوبة والتأديب من ولي الأمر ، بما يردعه وأمثاله ، بل ذهب بعض أهل العلم إلى تكفيره .وعليه قضاء ما تركه ، مع التوبة إلى الله سبحانه

“Barangsiapa yang meninggalkan puasa karena menentang atau menolak kewajibannya maka ia kafir berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun jika hanya malas dan meremehkan tanpa menolak kewajibannya, maka ia tidak kafir. Tetapi ia berada pada bahaya yang besar karena meninggalkan salah satu rukun Islam yang disepakati kewajibannya. Dia wajib dihukum dan dibina oleh pemerintah, agar ia dan orang yang semisal menjadi jera. Selain itu, sebagian ulama ada yang berpendapat ia kafir dan wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan setelah ia bertobat kepada Allah Subhanahu.” (Fatawa Al Lajnah Ad-Daimah, 10/143).

 

Selain rusak puasanya, orang tersebut wajib mengqadha puasa tersebut di luar Ramadan berdasarkan pendapat mayoritas ulama. Di samping itu, orang yang tidak berpuasa (membatalkan) puasanya dengan makan dan minum di siang hari Ramadan, tetap wajib al-Imsak ba’dal Fithr, yaitu menahan diri dari makan dan minum serta pembatal lainnya sehingga Maghrib sebagai bentuk penghormatan kepada Ramadan. Sebagaimana uraian para ulama,

 

 من فسد صومه في أداء رمضان وجب عليه الإمساك بقية اليوم تعظيما لحرمة الشهر

“Siapa yang membatalkan puasanya ketika Ramadan, dia wajib untuk menahan diri dari makan, minum, di sisa harinya itu, sebagai bentuk perhormatan pada kemuliaan bulan Ramadan.” (Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, 1/909; Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 3/1703-1705).

 

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa orang yang sengaja meninggalkan puasa Ramadan tanpa uzur, berlaku padanya tiga konsekuensi;

  1. Berdosa besar, dan hendaknya segera bertaubat kepada Allah ta’ala sebagaimana firmanNya,

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan an nasuhaa (taubat yang semurni-murninya)..” [QS. At-Tahrim: 8].

 

  1. Tetap menahan diri dari segala yang dapat membatalkan puasanya pada sisa hari tersebut sebagai penghormatan kepada kemuliaan Ramadan.

 

  1. Mengqadha puasa tersebut di luar bulan Ramadan.

 

 

Demikian penjelasannya dan semoga bermanfaat.

 

Wallahu A’la wa A’lam

 

Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A

0 Comments

Leave a Comment

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password