Shalat Dalam Keadaan Junub Karena Lupa

Assalamualaikum. Ustadz, mohon diperkenankan bertanya. Apa hukum shalat dalam kondisi Junub dan belum mandi Junub karena lupa? Apakah shalatnya harus diulang? Mohon penjelasan. Terimakasih.

 

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

 

Mandi junub (Janabah) adalah mandi yang wajib dilakukan untuk menghilangkan hadats besar yang disebabkan hubungan kelamin antara pasangan suami-isteri, keluar mani, serta sucinya wanita dari haidh dan nifas. (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi: DKI 3/66-67).

 

Antara dalil wajib mandi Junub adalah firman Allah ta’ala dalam surah Al-Maidah, ayat 6:

 

وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا

“Dan jika kamu Junub maka mandilah …”

 

Kewajiban mandi junub juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 

إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا ، فَقَدْ وَجَبَ الْغَسْلُ

“Jika seseorang duduk di antara empat tungkai kaki istrinya (menyetubuhi istrinya), lalu dia bersungguh-sungguh kepadanya, maka wajib baginya mandi.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

 

Juga hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 

إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ وَمَسَّ الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ

“Jika seseorang duduk di antara empat tungkai kaki istrinya (menyetubuhi istrinya), dan dua khitan saling bertemu, maka ia wajib mandi.” [HR. Muslim].

 

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

 

إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ وَتَوَارَتْ الْحَشَفَةُ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ

“Jika dua khitan bertemu dan kepala dzakar (penis) laki-laki tersembunyi (telah masuk) dalam kemaluan wanita, maka wajib baginya mandi.” [HR. Ibnu Majah].

 

Lalu bagaimana hukumnya jika seseorang melakukan shalat dalam keadaan belum bersuci, baik dari hadats kecil ataupun hadats besar?

 

Apabila seseorang yang masih berhadats melakukan shalat tanpa bersuci terlebih dahulu, baik sengaja atau tidak sengaja, maka shalatnya batal dan wajib diulangi. Hal ini berdasarkan Ijma’ (Konsensus) para ulama yang dinukilkan oleh Imam An-Nawawi rahimahullahu dalam Al-Majmu’,

 

أجمع المسلمون على تحريم الصلاة على المحدث، وأجمعوا على أنها لا تصح منه، سواء إن كان عالماً بحدثه أو جاهلاً أو ناسياً، لكنه إن صلى جاهلاً أو ناسياً فلا إثم عليه، وإن كان عالماً بالحدث وتحريم الصلاة مع الحدث فقد ارتكب معصية عظيمة، ولا يكفر عندنا بذلك إلا أن يستحله، وقال أبو حنيفة يكفر لاستهزائه

“Kaum muslimin sepakat, haram hukumnya shalat bagi orang yang berhadats. Mereka juga sepakat bahwa shalatnya orang yang berhadats tidak sah, baik dia sadar atau lupa sedang berhadats. Hanya saja, orang yang shalat dalam kondisi berhadats karena lupa atau tidak menyadarinya maka dia tidak berdosa. Namun jika ada orang yang shalat, sementara dia sadar bahwa dirinya sedang berhadats dan dia tahu bahwa shalat dalam keadaan hadats hukumnya haram, maka orang ini telah melakukan perbuatan dosa besar. Meski dalam Mazhab Kami (Madzhab Syafi’i) dia tidak dianggap kafir karena perbuatan tersebut, kecuali jika dia menghalalkan perbuatan terlarang itu. Berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah yang memandang kafir pelakunya karena telah melecehkan syariat tersebut.” (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi: DKI 2/525).

 

Kesimpulannya, bagi yang melakukan shalat dalam kondisi berhadats, baik hadats kecil ataupun hadats besar karena lupa atau tidak menyadarinya, maka dia tidak berdosa namun shalatnya tidak sah dan wajib mengulang shalatnya.

 

Wallahu A’la wa A’lam

 

Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A

 

0 Comments

Leave a Comment

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password