Istri Non Muslimah, Apakah Berhak Dapat Warisan?

Assalamualaikum. Ustadz, apabila seorang lelaki muslim menikahi wanita non muslimah, dan semasa hidupnya sang istri bersikukuh tidak mau mengikuti agama suaminya, meski suami tidak pernah bosan mengajak dan membujuk sang istri untuk masuk Islam. Kemudian sang suami meninggal dunia. Apakah istrinya berhak mendapatkan warisan mendiang suaminya. Mohon penjelasan. Terimakasih.

 

Jawaban

 

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

 

Pertama, Ulama telah Ijma’ tanpa ada khilaf bahwa nonmuslim tidak mewarisi harta seorang muslim walaupun di antara mereka ada hubungan perkawinan atau kekerabatan jika sampai waktu pembagian warisan dia masih bersikeras tetap dalam agamanya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma yang mengharamkan itu.

 

لا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الكَافِرَ، ولا يَرِثُ الكَافِرُ الْمُسْلِمَ

“Orang muslim tidak wewarisi orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi  orang muslim.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

 

Kedua, Jika yang wafat adalah nonmuslim, maka ada perbedaan di kalangan ulama perihal apakah ahli waris muslim bisa mewarisi harta nonmuslim atau tidak. Berdasarkan hadits di atas, Jumhur ulama dari kalangan Sahabat, Tabi’in dan generasi setelahnya berpandangan muslim tidak bisa mewarisi harta nonmuslim sebagaimana nonmuslim tidak bisa mewarisi harta muslim. Meskipun ada sebagian ulama yang menyatakan muslim mewarisi harta nonmuslim dan tidak sebaliknya.

 

Hal ini sebagaimana penjelasan Imam An-Nawawi rahimahullahu dalam al-Minhaj Syarh Shahih Muslim,

 

أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى أَنَّ الْكَافِرَ لَا يَرِثُ الْمُسْلِمَ وَأَمَّا الْمُسْلِمُ فَلَا يَرِثُ الْكَافِرَ أَيْضًا عِنْدَ جَمَاهِيرِ الْعُلَمَاءِ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ

“Para ulama telah sepakat bahwa orang kafir tidak mewarisi harta orang muslim. Adapun apakah ahli waris muslim mewarisi harta kafir, mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, dan generasi setelahnya berpendapat bahwa orang muslim tidak bisa mewarisi harta orang kafir.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, Imam An-Nawawi, Ad-Dar al-‘Alamiyyah, 5/395).

 

Imam An-Nawawi rahimahullahu menjelaskan bahwa Jumhur ulama dari kalangan Sahabat, Tabi’in dan generasi setelahnya berpandangan muslim tidak mewarisi harta nonmuslim. Dan beliau juga menjelaskan ada pandangan sebagian ulama yang menyatakan sebaliknya, bahwa muslim mewarisi harta nonmuslim.

 

وَذَهَبَتْ طَائِفَةٌ إِلَى تَوْرِيثِ الْمُسْلِمِ مِنَ الْكَافِرِ وَهُوَ مَذْهَبُ مَعَاذِ بْنِ جَبَلٍ وَمُعَاوِيَةَ وَسَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ وَمَسْرُوقِ وَغَيْرِهِمْ وَرُوِيَ أَيْضًا عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ وَالشَّعْبِيِّ وَالزُّهْرِيِّ وَالنَّخَعِيِّ نَحْوَهُ عَلَى خِلَافٍ بَيْنَهُمْ فِي ذَلِكَ وَالصَّحِيحُ عَنْ هَؤُلَاءِ كَقَوْلِ الْجُمْهُورِ. وَاحْتَجُّوا بِحَدِيثِ اَلْاِسْلَامُ يَعْلُو وَلَا يُعْلَى عَلَيْهِ وَحُجَّةُ الْجُمْهُورِ هُنَا اَلْحَدِيثُ الصَّحِيحُ الصَّرِيحُ

“Sekelompok ulama memperbolehkan orang muslim mewarisi harta orang kafir. Ini adalah pandangan Mu`adz bin Jabal, Mu’awiyah, Said bin Musayyab, Masruq, dan lainnya. Begitu juga diriwayatkan dari Abu ad-Darda`, Asy-Sya’bi, Az-Zuhri, An-Nakha’i, dan selainnya yang bertentangan dengan pandangan kelompok ulama yang memperbolehkan orang muslim mewarisi harta orang kafir. Dan yang sahih adalah riwayat mereka sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Mereka (ulama yang membolehkan muslim mewarisi harta kafir) berdalil dengan hadits al-Islam ya’lu wala yu’la ‘alaih (Islam akan selalu unggul dan tidak akan pernah diungguli oleh agama lainnya). Sementara dalil mayoritas ulama adalah hadits sahih dan sharih (sangat jelas).” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, Imam An-Nawawi, Ad-Dar al-‘Alamiyyah, 5/395).

 

Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa dari kalangan sahabat yang berpandangan muslim bisa mewarisi harta nonmuslim di antaranya Mu’adz bin Jabal, Mu’awiyah, Sa’id bin Musayyab, dan Masruq. Sementara sahabat yang berpandangan bahwa muslim tidak mewarisi harta nonmuslim adalah semisal Abu ad-Darda’, Asy-Sya’bi, Az-Zuhri, An-Nakha’i, dan lain-lain.

 

Terkait dua pandangan ini, Imam An-Nawawi rahimahullahu berpendapat bahwa hadits al-Islam ya’lu wala yu’la ‘alaih tidak bisa dijadikan hujjah dan landasan tentang kebolehan muslim mewarisi harta nonmuslim. Karena hadits tersebut berbicara konteks yang umum yaitu tentang keunggulan dan ketinggian Islam di atas agama lainnya, tidak secara khusus bicara tentang warisan. Pandangan yang menyatakan bahwa muslim bisa mewarisi harta nonmuslim mereka jelas mengabaikan hadits shahih Al-Bukhari dan Muslim di atas bahwa muslim tidak mewarisi kafir sebagaimana kafir tidak mewarisi muslim.

 

وَلَا حُجَّةَ فِي حَدِيثِ الْاِسْلَامُ يَعْلُو وَلَا يُعْلَى عَلَيْهِ لِأَنَّ الْمُرَادَ بِهِ فَضْلُ الْاِسْلَامِ عَلَى غَيْرِهِ وَلَمْ يَتَعَرَّضْ فِيهِ لِمِيرَاثٍ فَكَيْفَ يُتْرُكُ بِهِ نَصُّ حَدِيثِ لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَعَلَّ هَذِهِ الطَّائِفَةَ لَمْ يَبْلُغْهَا هَذَا الْحَدِيثُ

“Hadits al-Islam ya’lu wala yu’la ‘alaih tidak bisa dijadikan hujjah perihal kebolehan muslim mewarisi harta nonmuslim. Karena yang dimaksudkan hadits tersebut adalah tentang keutamaan Islam dibanding agama lainnya dan tidak menyinggung soal harta warisan. Bagaimana bisa hadits “La yaritsul muslimul kafira” (Orang muslim tidak wewarisi orang kafir) diabaikan dalam persoalan ini? Bisa jadi hadits ini tidak sampai kepada mereka yang membolehkannya.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, Imam An-Nawawi, Ad-Dar al-‘Alamiyyah, 5/395).

 

Ketiga, Meski ulama sepakat bahwa nonmuslim tidak bisa mewarisi harta muslim, namun ada khilaf di kalangan ulama apabila sepeningggal suaminya sang istri memeluk Islam sebelum pembagian warisan.

 

Mayoritas ulama seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i dan para pengikutnya tetap berpendapat bahwa nonmuslim tidak berhak mendapatkan warisan dari seorang muslim dengan sebab apapun. Sementara Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat jika istri yang dinikahi tersebut memeluk Islam sebelum pembagian warisan, maka dia berhak mendapatkan warisan. (Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 10/7720-7721).

 

Keempat, kendati istri nonmuslim tidak berhak mendapatkan warisan dari suami yang muslim, namun pemberian suami saat masih hidup berupa hadiah, hibah dan wasiat kepada istri, sah dan diperbolehkan.

 

Syaikh Wahbah Az-Zuhaily rahimahullahu menjelaskan bahwa Ittihaad ad-Din (status seagama) tidak menjadi syarat dalam wasiat, muslim boleh berwasiat kepada nonmuslim begitupula sebaliknya.

 

اتحاد الدين: لا يشترط اتحاد الدين بين الموصي والموصى له  لصحة الوصية , فتجوز وصية المسلم لغير المسلم وتجوز وصية غير المسلم لأهل ملته ولغير أهل ملته كاليهودي للمسيحي وبالعكس , والمسلم لليهودي أو المسيحي وبالعكس لأن غير المسلمين في دار الإسلام لهم ما للمسلمين وعليهم ما على المسلمين

“Status seagama antara pemberi wasiat atau penerima wasiat tidak menjadi syarat untuk keabsahan suatu wasiat. Seorang muslim boleh berwasiat kepada nonmuslim sebagaimana nonmuslim juga boleh berwasiat kepada orang yang seagama dengannya atau yang tidak seagama dengannya seperti kepada Yahudi, Nasrani atau sebaliknya. Seorang muslim jika boleh berwasiat kepada Yahudi, Nasrani atau sebaliknya. Karena nonmuslim yang tinggal di negeri muslim memiliki hak dan kewajiban sebagaimana muslim.” (Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 10/7474).

 

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa status istri nonmuslimah yang bukan ahli waris boleh mendapatkan wasiat suaminya berupa harta. Dan wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga harta, berdasarkan kisah Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu yang pernah meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mewasiatkan dua pertiga hartanya. Lalu beliau berkata, “Tidak boleh”, Lalu Sa’ad berkata, “Bagaimana kalau setengahnya”. Rasulullah Shallallah ‘alaihi wa sallam pun berkata, “Tidak boleh”, Lalu Sa’ad berkata lagi, “Kalau begitu bagaimana jika sepertiganya”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

الثُّلُثُ وَالثُّلُثُ كَثِيرٌ –  إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ

“Sepertiga. Sepertiganya itu cukup banyak. Sesungguhnya jika engkau meninggalkan para ahli warismu dalam keadaan kaya (cukup) itu lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin sehingga meminta-minta kepada orang lain.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

 

Wallahu A’la wa A’lam

 

Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A

0 Comments

Leave a Comment

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password