Benarkah Ada Ijma’ Ulama Terkait Haramnya Musik?

Assalamu’alaikum. Ustadz, terkait hukum musik dan mendengarkannya, benarkah telah ada Ijma’ (kesepakatan) ulama tentang keharamannya. Mohon penjelasan. Terimakasih.

 

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

 

Halal dan haramnya musik dan mendengarkannya adalah masalah khilafiyah (furu’) di kalangan ulama bukan masalah ushul (fundamental) dalam agama. Sebagaimana perbedaan furu’ yang lain seperti qunut shubuh, Jahar atau sirr bacaan basmalah, dzikir keras atau perlahan, dan khilaf-khilaf fiqih yang lain. Sehingga perbedaannya sejatinya disikapi dengan wajar, tidak saling menfasiqkan apalagi mengkafirkan pandangan berbeda.

 

Syaikh Prof. Dr. Ali Jum’ah hafizahullahu berkata,

 

وَمَسْأَلَةُ الْمُوْسِيْقِى مَسْأَلَةٌ خِلَافِيَةٌ فِقْهِيَّةٌ، لَيْسَتْ مِنْ أُصُوْلِ الْعَقِيْدَةِ، وَلَيْسَتْ مِنَ الْمَعْلُوْمِ مِنَ الدِّيْنِ بِالضَّرُوْرَةِ، وَلَا يَنْبَغِي لِلْمُسْلِمِيْنَ أَنْ يُفَسِّقَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، وَلَا يُنَكِّرُ بِسَبَبِ تِلْكَ الْمَسَائِلِ الْخِلَافِيَّةِ

 

“Persoalan tentang musik merupakan persoalan khilafiyah dalam ranah fiqih, bukan termasuk ranah pokok akidah, bukan pula bagian dari suatu agama yang setiap muslim tahu tentangnya, sehingga tidak sepantasnya bagi kaum muslimin untuk menuduh fasik sebagian dari mereka pada sebagian yang lain, tidak pula mengingkari mereka disebabkan persoalan yang masih diperselisihkan hukumnya.” [Syaikh Ali Jumah, al-Bayan li Ma Yusyghilu al-Azhan fi Fatawa Syafiyah wa Qadhaya ‘Ajilah, Darul Ma’arif, 1/365].

 

Lantas benarkah ada Ijma’ (konsensus) ulama tentang haramnya musik?

 

Umumnya, pandangan di masyarakat yang mengatakan bahwa ulama telah Ijma’ terkait haramnya musik, merujuk kepada tulisan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani yang berjudul Ghayatul-Maram fi Takhrij Ahadits al-Halal wal-Haram saat beliau mengkiritik kitabnya Syaikh Dr. Yusuf al-Qaradhawi, Al-Halal wal Haram.

 

Walhal, klaim Ijma’ ini sudah banyak ulama yang membantahnya. Bagaimana mungkin ada Ijma’ sementara khilafnya sangat masyhur di kalangan ulama.

 

Antara yang membantah klaim Ijma’ adalah Abu Thalib Al-Makki, pengarang kitab Qutul Qulub. Beliau berkata, “Yang mengingkari kebolehan mendengarkan musik dan nyanyian, maka dia telah mengingkari 70 orang ulama terpercaya.”

 

Al-Haitami mengomentari pernyataan di atas berkata, “70 orang itu maksudnya untuk menunjukkan bahwa sangat banyak ulama yang berpandangan demikian.” (Kaffu ar-Ri’a ‘an Muharramat al-Lahwi was Sima’ (2/274).

 

Imam Asy-Syaukani rahimahullahu bahkan mengarang sebuah kitab untuk membantah klaim ijma’ ini melalui bukunya yang berjudul, Ibthal Da’wa al-Ijma’ ‘ala Tahrim Muthlaq as-Sima’i. Dalam bukunya ini beliau menjelaskan bahwa banyak ulama salaf dan khalaf yang memperbolehkannya, baik nyanyian dengan alat ataupun tanpa alat.

 

Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali rahimahullah, menjelaskan,

 

ونقل أبو طالب المكي إباحة السماع من جماعة فقال سمع من الصحابة عبد الله بن جعفر وعبد الله بن الزبير والمغيرة بن شعبة ومعاوية وغيرهم وقال قد فعل ذلك كثير من السلف الصالح صحابي وتابعي بإحسان وقال لم يزل الحجازيون عندنا بمكة يسمعون السماع في أفضل أيام السنة وهى الايام المعدودات التي أمر الله عباده فيها بذكره كأيام التشريق ولم يزل أهل المدينة مواظبين كأهل مكة على السماع إلى زماننا هذا فأدركنا أبا مروان القاضي وله جوار يسمعن الناس التلحين قد أعدهن للصوفية قال وكان لعطاء جاريتان يلحنان فكان إخوانه يستمعون إليهما قال وقيل لأبي الحسن بن سالم كيف تنكر السماع وقد كان الجنيد وسرى السقطى وذو النون يستمعون فقال وكيف أنكر السماع وقد أجازه وسمعه من هو خير مني فقد كان عبد الله بن جعفر الطيار يسمع وإنما أنكر اللهو واللعب في السماع.

 

“Abu Thalib Al-Makki menukil tentang kebolehan mendengarkan (nyanyian dan musik) dari segolongan umat. Dia mengatakan, dari golongan sahabat adalah Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Az-Zubeir, Al-Mughirah bin Syu’bah, Mu’awiyah, dan lainnya. Dia juga mengatakan bahwa hal ini juga dilakukan oleh banyak salafush shalih, baik sahabat, dan yang mengikuti mereka dengan baik. Katanya: Orang-orang Hijaz yang bersama kami di Mekkah, selalu mendengarkannya di hari-hari yang memiliki keutamaan, yaitu hari-hari tertentu yang Allah ta’ala perintahkan untuk ibadah dan berdzikir kepada-Nya, seperti hari-hari tasyriq.

 

Penduduk Madinah juga sebagaimana penduduk Mekkah pun begitu semangat melakukannya hingga zaman kita sekarang. Saya jumpai Abu Marwan Al-Qadhi memiliki tetangga yang suka mendengarkan orang-orang yang menggubah nyanyian dan menyiapkannya untuk para sufi. Dia juga berkata, dahulu ‘Atha memiliki dua budak yang suka menggubah nyanyian dan saudara-saudaranya mendengarkan mereka berdua. Dia juga berkata, bahwa ditanyakan kepada Abul Hasan bin Salim, bagaimana engkau mengingkari As-Simaa’ (nyanyian dan musik) padahal dulu Al-Junaid, As-Sari As-Suqthi, dan Dzun Nuun juga mendengarkannya? Maka dia berkata, “Bagaimana aku mengingkarinya padahal orang yang lebih baik dariku telah membolehkan dan mendengarkannya? Sesungguhnya Abdullah bin Ja’far Ath-Thayyar radhiallahu ‘anhuma telah mendengarkannya, yang aku ingkari adalah jika mendengarkannya untuk tujuan melalaikan dan permainan saja.” (Ihya ‘Ulumddin, 2/269).

 

Khadimus Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah bahkan menegaskan bahwa banyak para sahabat Nabi dan tabi’in pernah mendengarkan nyanyian dan memainkan musik,

 

ما صح عن جماعة كثيرين من الصحابة والتابعين أنهم كانوا يسمعون الغناء والضرب على المعازف. فمن الصحابة عبد الله بن الزبير، وعبد الله بن جعفر وغيرهما. ومن التابعين: عمر بن عبد العزيز، وشريح القاضي، وعبد العزيز بن مسلمة، مفتي المدينة وغيرهم.

 

“Telah shahih dari segolongan banyak dari sahabat Nabi dan tabi’in, bahwa mereka mendengarkan nyanyian dan memainkan musik. Di antara sahabat contohnya Abdulah bin Az-Zubeir, Abdullah bin Ja’far, dan selain mereka berdua. Dari generasi tabi’in ada Umar bin Abdul ‘Aziz, Syuraih Al-Qadhi, Abdul ‘Aziz bin Maslamah Mufti Madinah, dan selain mereka.” (Fiqhus Sunnah, Darul Fath lil I’lam al-Arabi, 4/33).

 

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili rahimahullahu juga menjelaskan hal serupa dengan Syaikh Sayyid Sabiq. Setelah beliau menjelaskan pandangan ulama yang mengharamkan, dijelaskan pula pandangan banyak ulama yang memperbolehkan,

 

وأباح مالك والظاهرية وجماعة من الصوفية السماع ولو مع العود واليراع. وهو رأي جماعة من الصحابة (ابن عمر، وعبد الله بن جعفر، وعبد الله بن الزبير، ومعاوية، وعمرو بن العاص وغيرهم) وجماعة من التابعين كسعيد بن المسيب.

 

“Imam Malik, Mazhab Zhahiriyah, dan segolongan sufi, membolehkan mendengarkan nyanyian walau pun dengan kecapi dan klarinet. Itu adalah pendapat segolongan sahabat Nabi seperti Ibnu Umar, Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin Az-Zubeir, Mu’awiyah, Amr bin Al-‘Ash, dan selain mereka, dan segolongan tabi’in seperti Sa’id bin Al-Musayyib.” (Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 4/2665).

 

Dari penjelasan di atas, maka jelas tidak ada ijma’ di kalangan ulama terkait haramnya musik. Ulama berbeda pendapat antara yang mengharamkan dan yang membolehkan musik. Keduanya bersandar kepada dalil dan kesimpulan masing-masing.

 

Wallahu A’la wa A’lam

Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A

0 Comments

Leave a Comment

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password