Persalinan Sesar, Apakah Berlaku Hukum Nifas?

 Assalamualaikum. Ustadz, apakah hukum nifas berlaku juga untuk perempuan yg melahirkan dengan Operasi Sesar? Dan berapa durasi minimal dan maksimal Nifasnya?

Terimakasih.

 

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

 

Ada 3 hal yang perlu diuraikan berdasarkan pertanyaan di atas;

Pertama, ulama berbeda pendapat tentang definisi Nifas. Mazhab Hanafi dan Syafi’i mengatakan bahwa Nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan. Sedangkan darah yang keluar bersamaan atau sebelum melahirkan merupakan darah Istihadhah. Adapun Mazhab Hanbali berpendapat bahwa Nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan, termasuk darah yang keluar beberapa hari sebelum dan sesudah melahirkan. [Syaikh Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, 1/621-622].

 

Kedua, Operasi sesar atau bedah sesar, disebut juga dengan Seksio Sesarea adalah proses persalinan dengan melalui pembedahan di mana irisan dilakukan di perut ibu dan rahim untuk mengeluarkan bayi. Operasi sesar berfungsi sebagai pengganti proses persalinan normal yang melalui farji.

 

Meskipun prosesnya berbeda, namun tujuannya tetap sama, yakni untuk mengeluarkan bayi yang ada di dalam kandungan ibunya. Oleh karena itu, nifas bagi ibu yang bersalin sesar tetap berlaku sebagaimana melahirkan normal. Hal ini berdasarkan kaidah fikih yang menyebutkan,

حُكْمُ البَدَلِ حُكْمُ المُبْدَلْ مِنْهُ

“Hukum pengganti sama dengan hukum yang digantikan.”

 

Terkait kaedah fikih ini, Syaikh Dr. Muhammad Mushthafa Az-Zuhaili menjelaskan,

 

إن هذه الشريعة مبنية على جلب المصالح، والموازنة بينها، وتقديم المصلحة العظمى على ما دونها، وتقوم على رفع الحرج، ودفع المشقة، وعدم تكليف ما لا يسع العبد فعله .فإذا تعذر فعل الأمر الأصلي، أو وجدت مشقة وجهد للقيام به، أو لا تتحقق المصلحة المرجوة من الأمر به، بحيث تقل أو تنعدم، فإن الشرع سوغ الانتقال منه إلى البدل الذي يقوم مقامه، ويسد مسده، ويحقق المصلحة المقصودة، ويبنى حكمه على حكم الأصل، فيقوم حكم البدل مقام المبدل منه، كالتيمم والوضوء، ومسح الخفين بدل غسل القدمين .ويكون الانتقال إلى البدل لوجود ضرورة أو حاجة، أو لوجود مصلحة راجحة

“Syariat Islam didasarkan pada kemaslahatan, keseimbangan dan mengutamakan kepentingan yang lebih besar. Syariat juga menekankan aspek kemudahan dan mengangkat kesulitan, serta tidak membebankan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh seorang hamba Allah. Apabila seseorang tidak mampu menjalankan suatu perintah agama yang asal, atau terdapat kesulitan dalam melaksanakannya, atau tidak tercapainya kemaslahatan yang diharapkan dari perintah tersebut, baik berkurang atau tidak tercapai sama sekali, maka syariat menetapkan perintah lain yang menggantikannya, sebagai alternatif untuk mencapai tujuan yang dimaksudkan. Hukumnya sama seperti perintah asal yang digantikan. Hukum pengganti sama dengan hukum yang digantikan. Contohnya, Tayammum yang menggantikan Wudhu dan mengusap Khuf yang menggantikan membasuh kaki. Perpindahan dari suatu perintah ke perintah alternatif ini tentunya atas dasar suatu keperluan, kondisi darurat, atau kemaslahatan tertentu.” (Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha fi al-Madzhahib al-Arba’ah, Syaikh Dr. Muhammad Mushthafa az-Zuhaili, Darul Fiqr, 2/806).

 

Penjelasan inilah yang umumnya menjadi dasar pemahaman ulama bahwa darah yang keluar dari persalinan sesar adalah darah nifas seperti mana darah persalinan secara normal karena hukum nifas berkaitan dengan keluarnya darah setelah melahirkan.

 

Ketiga, Jangka waktu Nifas

  1. Durasi Minimal

Jumhur ulama termasuk empat Imam Mazhab berpendapat, jangka waktu keluarnya darah nifas paling pendek tidak ada batasnya. Karena boleh jadi ada wanita yang melahirkan hanya mendapatkan darah nifasnya mengalir beberapa hari saja lalu berhenti atau tidak mengeluarkan darah nifas sama sekali, dalam istilah fikih disebut Dzaatul Jufuf. (Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, Darul Fath Lil-I’lam al-Arabi, 1/104; Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 1/622).

 

Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullahu menjelaskan,

 

.لا حد لاقل النفاس، فيتحقق بلحظة فإذا ولدت وانقطع دمها عقب الولادة، أو ولدت بلا دم وانقضى نفاسها، لزمها ما يلزم الطاهرات من الصلاة والصوم وغيرهما

“Tidak ada batas minimal waktu Nifas, itu bisa terjadi meski hanya sesaat. Apabila seorang perempuan melahirkan, lalu setelah beberapa saat darah nifasnya berhenti atau perempuan yang melahirkan tanpa darah nifas sama sekali, maka nifasnya dianggap selesai. Selanjutnya perempuan tersebut wajib melaksanakan apa yang diwajibkan atas perempuan-perempuan yang suci seperti shalat, puasa, dan lain-lain.” (Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, Darul Fath Lil-I’lam al-Arabi, 1/104).

 

Pendapat Jumhur ulama ini juga dinukil oleh Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid,

 

.اختلفوا في أقل النفاس وأكثره .فذهب مالك إلى أنه لا حد لأقله ، وبه قال الشافعي

“Ulama berbeda pendapat tentang durasi minimal dan maksimal nifas. Imam Malik berpandangan bahwa tidak ada batas minimal Nifas. Ini juga merupakan pandangan Asy-Syafi’i.” (Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd, DKI, 55).

 

Dengan demikian, perempuan yang baru saja melahirkan, lalu beberapa saat kemudian darahnya berhenti mengalir, ia telah suci meskipun kurang dari 40 hari. Selanjutnya ia wajib melaksanakan shalat dan ibadah-ibadah lain yang diwajibkan atasnya. Hal serupa juga berlaku bagi perempuan yang melahirkan dan tidak mengeluarkan darah nifas sama sekali, maka ia berarti suci.

 

Ibnu Qudamah rahimahullahu dalam kitab al-Mughni juga menjelaskan,

وَإِنْ وَلَدَتْ وَلَمْ تَرَ دَمًا، فَهِيَ طَاهِرٌ لَا نِفَاسَ لَهَا لِأَنَّ النِّفَاسَ هُوَ الدَّمُ، وَلَمْ يُوجَدْ

“Apabila seorang perempuan melahirkan dan dia tidak melihat darah sama sekali, maka perempuan itu suci tidak ada nifas, karena Nifas itu adalah darah yang mengalir setelah melahirkan, dan kondisinya tidak ada darah.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah, Ad-Dar al-‘Alamiyyah, 1/394).

 

  1. Durasi Maksimal

Jumhur (mayoritas) ulama berpandangan durasi maksimal nifas wanita melahirkan adalah  selama 40 hari. Antara dalil yang menjadi sandaran pendapat ini adalah hadits dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha,

 

وَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: «كَانَتِ النُّفَسَاءُ تَقْعُدُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- بَعْدَ نِفَاسِهَا أَرْبَعِينَ يَوْمًا»،

“Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, bahwa wanita yang nifas pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiam diri selama 40 hari.” [HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad].

 

Dalam Sunannya, Imam At-Tirmidzi rahimahullah menjelaskan,

 

وقد أجمع أهل العلم من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم والتابعين ومن بعدهم على أن النفساء تدع الصلاة أربعين يوما إلا أن ترى الطهر قبل ذلك فإنها تغتسل وتصلي فإذا رأت الدم بعد الأربعين فإن أكثر أهل العلم قالوا لا تدع الصلاة بعد الأربعين وهو قول أكثر الفقهاء وبه يقول سفيان الثوري وابن المبارك والشافعي وأحمد وإسحاق

“Para ulama dari kalangan sahabat dan tabi’in, serta orang-orang shalih setelah mereka bersepakat bahwa perempuan yang sedang nifas hendaklah meninggalkan shalat selama 40 hari, kecuali kalau dia telah suci sebelum itu, maka ia wajib mandi dan mendirikan shalat. Apabila ada darah yang mengalir setelah 40 hari, maka mayoritas ulama berpandangan bahwa perempuan tidak boleh meninggalkan shalat setelah 40 hari masa nifas. Ini merupakan pandangan mayoritas Fuqaha, dan juga difatwakan oleh Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, Asy-Syafi’i, Ahmad dan Ishaq.” (Sunan At-Tirmidzi, Hadits 139, Bab Ma Jaa’a fi Kam Tamkusu an-Nufasaa’; Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, Darul Fath Lil-I’lam al-Arabi, 1/104).

 

Pernyataan Imam At-Tirmidzi di atas juga dikutip oleh Ibnu Qudamah rahimahullahu dalam Al-Mughni, dan beliau mengatakan,

 

وهو قول أكثر أهل العلم

“Durasi maksimal nifas wanita melahirkan adalah empat puluh hari. Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah, Ad-Dar al-‘Alamiyyah, 1/391).

 

Selain pendapat Jumhur, ada pula pandangan ulama Mazhab Maliki dan Syafi’i bahwa durasi paling lama nifas adalah 60 hari. (Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 1/622).

 

Perbedaan pendapat ulama tentang batas maksimal nifas ini juga diuraikan oleh Ibnu Rusyd,

 

وأما أكثره فقال مالك مرة: هو ستون يوما، ثم رجع عن ذلك، فقال: يسأل عن ذلك النساء، وأصحابه ثابتون على القول الأول، وبه قال الشافعي. وأكثر أهل العلم من الصحابة على أن أكثره أربعون يوما، وبه قال أبو حنيفة.

“Batas maksimal nifas, Imam Malik suatu kali pernah mengatakan 60 hari, namun ia meralat perkataannya dan mengatakan “Tentang hal itu ditanyakan kembali pada para wanita.” Mayoritas pengikutnya mengikuti perkataan yang pertama (60 hari), begitu pula yang dikatakan Imam As-Syafi‘i. Sementara Jumhur ulama dari kalangan sahabat berpendapat maksimalnya 40 hari, begitu pula yang dikatakan Imam Abu Hanifah.” (Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd, DKI, 55).

 

Kesimpulannya, darah yang keluar setelah operasi sesar adalah darah nifas dan berlaku ketentuan bagi perempuan nifas dan tidak ada batas minimal nifas. Adapun durasi maksimalnya ulama berbeda pendapat antara 40 dan 60 hari. Karena hal ini masalah khilafiyah, boleh memilih salah satunya sebagai sebuah kemudahan dalam syariat. Satu perkara yang ulama bersepakat adalah apabila darah berhenti sebelum 40 hari atau 60 hari, maka perempuan itu telah suci, wajib mandi dan wajib melaksanakan shalat dan ibadah-ibadah lain yang diwajibkan atasnya.

 

Wallahu A’la wa A’lam

Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A

0 Comments

Leave a Comment

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password