Jumlah Rakaat Shalat Tarawih, 11 atau 23?

Assalamualaikum. Ustadz, setiap bulan Ramadan saya selalu mendapatkan polemik di sebagian masyarakat seputar jumlah rakaat Shalat Tarawih. Mohon ustadz berkenan menjelaskannya. Terimakasih.

 

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

 

Pengertian Shalat Tarawih

 

Tarawih secara bahasa merupakan bentuk jamak (plural) dari kata “tarwihah” yang artinya membuat nyaman atau istirahat. Disebut shalat Tarawih karena orang-orang yang melakukannya memanjangkan berdiri dan melakukan istirahat setiap empat rakaat dengan dua kali salam. (Lisanul Arab, Imam Ibnu Manzhur, Darul Hadits Al-Qahirah, 4/290; Raddul Mukhtar, Syaikh Ibnu Abidin, DKI, 2/493).

 

Hukum Shalat Tarawih

 

Shalat Tarawih hukumnya Sunnah berdasarkan Ijma’ (konsensus) ulama, sebagaimana uraian Imam An-Nawawi rahimahullahu,

 

فَصَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ سُنَّةٌ بِإِجْمَاعِ اْلعُلَمَاءِ , وَمَذْهَبُنَا أَنَّهَا عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ وَتَجُوْزُ مُنْفَرِدًا وَجَمَاعَةً

“Shalat tarawih hukumnya Sunnah berdasarkan kesepakatan ulama. Dan menurut madzhab kami (Syafi’i) Shalat Tarawih dilaksanakan 20 rakaat dengan 10 kali salam (salam di setiap dua rakaat). Boleh dilakukan sendiri atau secara berjamaah.” (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, DKI, 5/39).

 

Ijma’ ulama terkait sunnahnya shalat Tarawih juga dinyatakan oleh Syaikh Khatib Asy-Syarbini rahimahullahu,

 

وَقَدْ اتَّفَقُوا عَلَى سُنِّيَّتِهَا وَعَلَى أَنَّهَا الْمُرَادُ مِنْ قَوْلِهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – «مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ» رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ .

“Ulama sepakat atas sunnahnya shalat tarawih dan sesungguhnya tarawih adalah shalat yang dimaksud di dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Barang siapa mendirikan shalat di bulan Ramadan dengan iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu’. Hadits ini diriwayatkan Al-Bukhari.” (Mughni al-Muhtaj, Syaikh Khatib Asy-Syarbini, 1/459).

 

Dalil Syariat Shalat Tarawih

 

Antara dalil syariah Shalat Tarawih adalah sebagai berikut,

Pertama, hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

 

عن أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا واحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mendirikan shalat tarawih pada bulan Ramadan dengan iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

 

Kedua, hadits dari Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,  

 

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَلَّى فِى الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ وَصَلَّى بِصَلاَتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنَ الْقَابِلَةِ وَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ « قَدْ رَأَيْتُ الَّذِى صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِى مِنَ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلاَّ أَنِّى خَشِيتُ أَنْ يُفْرَضَ عَلَيْكُمْ ». وَذَلِكَ فِى رَمَضَانَ.

 

Dari Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam shalat di masjid. Maka sekelompok orang ikut shalat bersamanya. Kemudian beliau shalat kedua kalinya. Maka orang yang ikut shalat semakin banyak. Kemudian orang-orang berkumpul pada kali yang ketiga atau keempat. Akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar kepada mereka. Hingga esok harinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku melihat apa yang telah kalian lakukan (tadi malam), dan tidak ada yang menghalangiku untuk keluar kepada kalian melainkan karena sesungguhnya aku takut diwajibkan kepada kalian.” Dan itu terjadi di bulan Ramadan.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

 

Ketiga, hadits dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,

 

عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رَمَضَانَ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنَ الشَّهْرِ حَتَّى بَقِىَ سَبْعٌ فَقَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ فَلَمَّا كَانَتِ السَّادِسَةُ لَمْ يَقُمْ بِنَا فَلَمَّا كَانَتِ الْخَامِسَةُ قَامَ بِنَا حَتَّى ذَهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا قِيَامَ هَذِهِ اللَّيْلَةِ. قَالَ فَقَالَ « إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ ». قَالَ فَلَمَّا كَانَتِ الرَّابِعَةُ لَمْ يَقُمْ فَلَمَّا كَانَتِ الثَّالِثَةُ جَمَعَ أَهْلَهُ وَنِسَاءَهُ وَالنَّاسَ فَقَامَ بِنَا حَتَّى خَشِينَا أَنْ يَفُوتَنَا الْفَلاَحُ. قَالَ قُلْتُ مَا الْفَلاَحُ قَالَ السُّحُورُ ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا بَقِيَّةَ الشَّهْرِ.

Dari Abu Dzar, ia berkata, “Kami berpuasa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadan dan beliau tidak shalat bersama kami pada bulan itu. Hingga tersisa tujuh hari lagi, beliau shalat bersama kami sampai habis sepertiga malam. Pada hari ke enam, beliau tidak shalat bersama kami. Pada hari ke lima beliau kembali shalat bersama kami sampai habis setengah malam. Kemudian aku berkata, “Wahai Rasulullah, andai engkau mensunnahkan bagi kami shalat malam ini.” Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya seseorang jika ia shalat bersama imam hingga imam itu pergi, dicatat baginya pahala shalat semalam suntuk.” Pada hari ke empat beliau tidak shalat, dan pada hari ke tiga beliau mengumpulkan keluarga, istri dan orang-orang kemudian shalat bersama kami hingga kami khawatir kehilangan Falah. Periwayat hadits berkata, “Lalu aku bertanya, apakah yang dimaksud dengan Falah? Ia berkata, “Ia adalah sahur.” Kemudian beliau tidak lagi shalat bersama kami pada sisa bulan”. [HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad].

 

Jumlah Rakaat Tarawih

 

Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah rakaat shalat tarawih. Berikut rinciannya;

 

✅ Pendapat pertama, 20 Rakaat

Ini adalalah pendapat mayoritas ulama di kalangan Madzhab Hanafi, Syafi’i, Hanbali, dan sebagian Maliki. Sandarannya adalah hadits riwayat dari Malik, dari Yazid bin Ruman, bahwasanya kaum muslimin di zaman Umar bin Khatthab mendirikan shalat Tarawih 20 rakaat. Selain itu juga riwayat dari Abu Bakar Abdul Aziz menyebutkan dalam kitabnya Asy-Syafi, sebuah riwayat dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di bulan Ramadan sebanyak 20 rakaat”. [Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 2/1089].

 

Syaikh Wahbah Zuhaily rahimahullahu juga menjelaskan ada riwayat bahwa Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu mengumpulkan kaum muslimin bersama Ubay bin Ka’ab dan mendirikan shalat bersama mereka sebanyak 20 rakaat. Begitu pula riwayat yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menyuruh seseorang memimpin shalat tarawih 20 rakaat. [Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 2/1089].

 

Hujjah lain yang menjadi sandaran adalah hadits riwayat Al-Baihaqi dan lainnya dengan sanad yang shahih dari As-Saa`ib bin Yazid radhiyallahu ‘anhu tentang shalat tarawih kaum muslimin di zaman Umar radhiyallahu ‘anhu yang dilakukan dengan 20 rakaat. Umar mengumpulkan mereka dengan jumlah ini. [Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, DKI, 5/39-40].

 

Pendapat Jumhur ulama bahwa jumlah rakaat tarawih adalah 20 rakaat ini juga diungkapkan oleh Imam Al-Kasani Al-Hanafi rahimahullahu,

 

وأما قدرها فعشرون ركعة في عشر تسليمات، في خمس ترويحات، كل تسليمتين ترويحة، وهذا قول عامة العلماء.

Adapun jumlah rakaat tarawih adalah 20 rakaat dengan 10 kali salam (salam di setiap dua rakaat), ada 5 kali istirahat (setiap 4 rakaat), dan ada 2 kali salam dalam setiap tarwihah (jeda istirahat). Ini adalah pendapat mayoritas ulama.” (Bada’i Ash-Shana’i, Imam Al-Kasani Al-Hanafi, DKI, 1/288)

 

Syaikh Ibnu Abidin rahimahullahu dalam kitabnya, Raddul Mukhtar ‘Ala ad-Dur al-Mukhtar juga menyatakan hal yang sama,

 

قوله: (وهي عشرون ركعة) هو قول الجمهور، وعليه عمل الناس شرقًا وغربًا.

Shalat tarawih dengan 20 rakaat adalah pendapat Jumhur (mayoritas) ulama dan inilah yang dilakukan kaum muslimin di Timur dan di Barat.” (Raddul Mukhtar, Syaikh Ibnu Abidin, DKI, 2/495).

 

✅ Pendapat kedua, 36 Rakaat

Ini adalah pendapat Imam Malik yang bersandar pada kebiasaan kaum muslimin pada masa Umar bin Abdul Aziz dan penduduk Madinah yang melakukan shalat tarawih 36 rakaat tidak termasuk witir. [Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 2/1089].

 

Dalam kitab al-Mudawwanah disebutkan,

 

قال مالك: بعث إلي الأمير وأراد أن ينقص من قيام رمضان الذي كان يقومه الناس بالمدينة، قال ابن القاسم: وهو تسعة وثلاثون ركعة بالوتر ست وثلاثون ركعة والوتر ثلاث، قال مالك: فنهيته أن ينقص من ذلك شيئا، وقلت له: هذا ما أدركت الناس عليه وهذا الأمر القديم الذي لم تزل الناس عليه.

Imam Malik bin Anas berkata, “Penguasa saat itu mengutus utusan kepadaku, dia ingin mengurangi bilangan rakaat yang telah dijalankan oleh orang-orang Madinah saat itu. Ibnu al-Qasim menyatakan bahwa saat itu sekitar 39 rakaat termasuk witir, yakni 36 rakaat tarawih ditambah 3 rakaat witir. Maka Imam Malik berkata: Saya melarang rakaatnya dikurangi, hal itulah yang saya temui dan dijalankan oleh orang-orang saat itu.” (Al-Mudawwanah, Malik bin Anas, 1/287).

 

Meski begitu, ada pula keterangan lain yang menyatakan bahwa Imam Malik juga membenarkan bahwa generasi salaf di kalangan sahabat pada masa Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat.

 

قوة مذهب الجمهور، وموافقة أتباع مالك له، والقول الآخر لمالك فقال: [(وكان السلف الصالح) وهم الصحابة (يقومون فيه) في زمن خلافة عمر بن الخطاب رضي الله عنه وبأمره كما تقدم (في المساجد بعشرين ركعة [(

“Kuatnya pendapat Jumhur ulama bahwa jumlah rakaat tarawih adalah 20 rakaat ini juga bersamaan dengan persetujuan pengikut Imam Malik serta salah satu pendapat beliau yang lain, “Generasi salaf di kalangan sahabat melaksanakan shalat tarawih pada masa Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu sebanyak 20 rakaat atas arahan dari Umar.” (Al-Fawakih Ad-Dawani, An-Nafrawi, Darul Fikr, 1/318-319).

 

✅ Pendapat ketiga, 11 Rakaat (termasuk Witir)

Ini adalah pendapat beberapa ulama muta’akhirin (kontemporer). Antara dalil yang menjadi sandaran adalah zahir hadits dari Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

 

عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً .

Dari Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa ia bertanya kepada ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadan?” Beliau berkata, “Rasulullah tidak pernah menambah rakaat di dalam Ramadan dan di luar Ramadan dari 11 rakaat.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

 

Kesimpulan

Dari uraian di atas kita bisa menyimpulkan bahwa ada perbedaan di kalangan ulama terkait jumlah rakaat shalat Tarawih, baik yang mengatakan 8 rakaat, 20 atau 36 rakaat. Ketiganya memiliki sandaran dan hujjahnya sendiri. Meski mayoritas ulama menguatkan pendapat 20 rakaat, namun tidak salah jika kita memilih salah satu dari dua pendapat yang lain. Karena sebagaimana pemahaman Jumhur Ulama bahwa hadits-hadits di atas sebenarnya tidak membatasi jumlah rakaat shalat tarawih. Sebagaimana ungkapan Imam Asy-Syaukani rahimahullahu,

دلت عليه أحاديث الباب وما يشابهها هو مشروعية القيام في رمضان، والصلاة فيه جماعة وفرادى، فقصر الصلاة المسماة بالتراويح على عدد معين، وتخصيصها بقراءة مخصوصة لم يرد به سنة.

“Hadits-hadits tentang bab ini dan yang serupa dengannya menunjukkan tentang syariat shalat tarawih di bulan Ramadan, baik secara individu atau berjamaah. Membatasi shalat yang dinamai Tarawih ini dengan bilangan rakaat tertentu, atau mengkhususkannya dengan bacaaan tertentu, tidak bersumber dari As-Sunnah.” (Nailul Authar, Imam Asy-Syaukani, 3/64).

 

Untuk itu perbedaan pendapat dalam hal ini hendaknya disikapi secara bijak. Kita boleh memilih salah satu pendapat sesuai dengan kondisi dan kemampuan kita masing-masing, tanpa perlu memaksakan diri. Yang paling utama adalah kita berusaha menjaga kualitas shalat dengan tetap mendahulukan semangat persatuan dan kesatuan umat.

 

Wallahu A’la wa A’lam

 

Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A

0 Comments

Leave a Comment

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password