Jangan Jadi Lilin, Terangi Orang Lain Dengan Membakar Diri

Dakwah adalah aktivitas mulia, risalah para nabi dan rasul. Tidak ada seruan dan ajakan yang lebih baik di dunia ini daripada ajakan kepada agama Allah. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersumpah saat menjelaskan keutamaan dakwah,

 

فَوَاللَّهِ لأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ

 

“Demi Allah, sungguh satu orang saja diberi petunjuk oleh Allah melalui perantaraanmu, maka itu lebih baik dari unta merah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

 

Agungnya kegiatan dakwah, mendorong Imam Al-Bukhari rahimahullah membuat judul khusus dalam kitabnya dari hadits ini, “Bab Keutamaan seseorang memberi petunjuk pada orang lain untuk masuk Islam”.

 

Abu Daud Sulaiman Al-Azdi Az-Zijistani juga menulis hadits ini dalam Sunannya bab “Keutamaan menyebarkan ilmu.”

 

Syaikh Abu ath-Thayyib Muhammad Syams al-Haqq bin Amir ‘Ali bin Maqsud ‘Ali al-Siddiqi al-‘Adzim Abadi (1273 – 1320 H) rahimahullah mensyarah hadits ini dalam kitabnya ‘Aunul Ma’bud bahwa “Unta merah adalah semulia-mulianya harta menurut para sahabat.”

 

Rasulullah shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda,

 

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

 

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, dan ad-Daruqutni).

Setiap muslim sejatinya menebarkan kebaikan dan kebermanfaatan kepada sesama sebagaimana yang disabdakan baginda Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berbuat kebaikan tidak hanya berguna untuk orang lain, tetapi juga berguna bagi diri sendiri.

 

Allah ta’ala berfirman,

 

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ

 

“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri.” (QS. Al-Isra:7)

 

Rasulullah shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda,

 

مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ الله فِي حَاجَتِهِ

 

“Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah akan membantu keperluannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

 

Rasulullah shallallahu’alaihi Wa sallam juga bersabda,

 

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ الله عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ, ةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ الله عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

 

“Barang siapa yang memudah kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang dalam kesulitan niscaya akan Allah memudahkan baginya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim).

 

Namun mulianya aktivitas dakwah tak boleh membuat kita lalai pada diri dan keluarga. Syaikh Majdi al-Hilali dalam bukunya “Mahlan Akhi ad-Daiyah” menuliskan tentang bahayanya para dai yang sibuk berdakwah namun mengabaikan dirinya dan keluarganya. Beliau menyitir hadits yang diriwayatkan oleh Abi Barzah al-Aslami bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

 مثل الذي يعلم الناس الخير وينسى نفسه، مثل الفتيلة، تضيء للناس وتخرق نفسها. صحيح أخرجه الطبراني في الكبير عن أبي برزة.

 

“Perumpamaan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia sedang dia melupakan dirinya sendiri seperti lentera yang menerangi manusia tapi membakar dirinya sendiri.” [HR. Ath-Thabrani, hadits Shahih].

 

Pentingnya perhatian dai kepada diri dan keluarganya ini juga diuraikan oleh seorang ulama ternama Mesir, Syaikh Musthafa Shadiq ar-Rafi’i (1880 – 1937 M) rahimahullahu,

 

إن الخطأ أكبر الخطأ أن تنظم الحياة من حولك وتترك الفوضى في قلبك?

 

“Kesalahan terbesar (para da’i) adalah saat dia sibuk merapikan kehidupan orang-orang di sekelilingnya sementara dia membiarkan kekacauan di hatinya.” (Wahyu al-Qalam, Musthafa Shadiq Ar-Rafi’i, 2/42).

 

Wallahu a’la wa a’lam

 

Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A

0 Comments

Leave a Comment

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password