Posisi Tangan Saat Bersedekap Dalam Shalat

Assalamualaikum. Ustadz, saya mau bertanya tentang posisi tangan saat bersedekap dalam shalat? Karena saya melihat banyak perbedaan di masyarakat. Manakah posisi yang benar menurut syariat. Terimakasih.

 

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

 

Jumhur (Mayoritas ulama) Madzhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa bersedekap setelah Takbiratul Ihram hukumnya Sunnah. Sementara Madzhab Maliki berpendapat bahwa tidak disunnahkan bersedekap setelah Takbiratul Ihram, namun yang afdhal adalah melakukan irsal yaitu membiarkan tangan terjulai (terjuntai) di samping. (Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 2/873-874).

 

  • Cara Sedekap

 

Adapun cara bersedekap setelah Takbiratul Ihram, ada dua cara yang diuraikan oleh para ulama berdasarkan cara bersedekap yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 

Cara Pertama, al-Wadh’u (meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri tanpa melingkari atau menggenggamnya). Posisi tangan kanan ada di tiga tempat, yaitu di punggung tangan kiri, di pergelangan tangan kiri dan di lengan bawah dari tangan kiri. Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Wa’il bin Hujr tentang sifat shalat Nabi,

 

ثم وضَع يدَه اليُمنى على ظهرِ كفِّه اليُسرى والرُّسغِ والساعدِ

“.. setelah itu beliau meletakkan tangan kanannya di atas punggung tangan kiri, atau di atas pergelangan tangan atau di atas lengan.” [HR. Abu Daud].

 

Cara Kedua, al-Qabdhu (jari-jari tangan kanan melingkari atau menggenggam tangan kiri). Dalilnya, hadits dari Wa’il bin Hujr radhiyallahu ’anhu,

 

رأيتُ رسولَ اللَّهِ إذا كانَ قائمًا في الصَّلاةِ قبضَ بيمينِهِ على شمالِهِ

“Aku Melihat Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berdiri dalam shalat beliau melingkari tangan kirinya dengan tangan kanannya.” [HR. An-Nasa’i dan Al-Baihaqi].

 

  • Posisi Tangan Saat Bersedekap

 

Adapun posisi tangan saat bersedekap, ulama berbeda pendapat terkait posisinya. Setidaknya ada tiga pendapat masyhur di kalangan fuqaha terkait posisinya. (Yahya bin Hubairah as-Syaibani w. 560 H, Ikhtilaf al-Aimmah al-Ulama’, 1/ 107).

  1. Di bawah pusar
  2. Di atas pusar
  3. Antara pusar dan dada

 

Berikut rincian pendapat ulama dari masing-masing madzhab:

 

  1. Di bawah Pusar, Ini merupakan pendapat Ulama Madzhab Hanafi dan Hanbali. Pendapat ini disandarkan kepada riwayat dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang menyatakan, “Adalah sunnah meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di bawah pusar.” (Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 2/874).

 

Pendapat ini juga merupakan pendapat yang dipilih Abu Hurairah (Ibnu Quddamah al-Maqdisi w. 620 H, al-Mughni, 1/515), Anas bin Malik (Ibnu Hazm al-Andulusi w. 456 H, al-Muhalla, 4/113), Imam Ali bin Abi Thalib (Imam an-Nawawi w. 676 H, Syarah Shahih Muslim, 2/39), Sufyan at-Tsauri (as-Syaukani w. 1250 H, Nail al-Authar, 2/188), Ishaq bin Rahawaih (Ibnu Quddamah al-Maqdisi w. 620 H, al-Mughni, 1/515).

 

Imam al-Kasani al-Hanafi (w. 587 H) rahimahullahu menjelaskan,

 

وأما محل الوضع فما تحت السرة في حق الرجل والصدر في حق المرأة

“Adapun tempat bersedekap, adalah di bawah pusar untuk laki-laki dan di dada untuk perempuan.” (Alauddin Abu Bakar al-Kasani al-Hanafi w. 587 H, Bada’i as-Shana’i, 1/201).

 

Pendapat yang masyhur dan dipilih oleh mayoritas Ulama Hanbali adalah meletakkan tangan di bawah pusar. (Alauddin al-Mardawi al-Hanbali w. 885 H, al-Inshaf fi Ma’rifat ar-Rajihi Min al-Khilaf, 2/46). Hal ini juga sebagaimana diuraikan oleh Imam al-Khiraqi (w. 334 H),

 

ثم يضع يده اليمنى على كوعه اليسرى ويجعلهما تحت سرته

“Kemudian meletakkan tangan kanan diatas pergelangan tangan kiri, lalu meletakkannya dibawah pusar.” (Umar bin Husain al-Khiraqi al-Hanbali w. 334 H, Mukhtashar al-Khiraqi, 22).

 

  1. Di bawah pusar atau di atasnya, ini merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal.

 

Pendapat ini dipilih juga oleh al-Auza’i, Atha’, Ibnu al-Mundzir (as-Syaukani w. 1250 H, Nail al-Authar, 2/188). Imam Abu Daud As-Sajistani (w. 275 H) meriwayatkan perkataan Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya al-Masa’il,

 

وسمعته، سئل عن وضعه، فقال: فوق السرة قليلا، وإن كان تحت السرة فلا بأس

“Suatu ketika saya mendengar (Imam Ahmad bin Hanbal) ditanya di manakah tangan diletakkan saat shalat? Beliau menjawab: Di atas pusar sedikit. Dan kalua diletakkan di bawahnya maka tidak apa-apa.” (Abu Daud Sulaiman as-Sajistani w. 275 H), Masa’il al-Imam Ahmad, 48).

 

  1. Di bawah dada dan di atas pusar, Ini pendapat ulama Madzhab Syafi’i dan sebagian ulama Maliki.

 

Pendapat ini juga dipilih oleh Said bin Jubair dan Daud, serta salah satu riwayat dari Imam Malik bin Anas (Abu Muhammad Abdul Wahab al-Baghdadi al-Maliki w. 422 H, al-Isyraf ala Nukat Masail al-Khilaf, 1/241), termasuk salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal (Ibnu Quddamah al-Maqdisi w. 620 H, al-Mughni, 1/515).

 

Imam al-Muzani as-Syafi’i (w. 264 H) menguraikan,

 

ويرفع يديه إذا كبر حذو منكبيه ويأخذ كوعه الأيسر بكفه اليمنى ويجعلها تحت صدره

“Dan mengangkat kedua tangan ketika takbir sampai sebatas pundak, lalu bersedekap dengan telapak tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri. Lalu meletakkannya dibawah dada.” (Ismail bin Yahya al-Muzani w. 264 H, Mukhtashar al-Muzani, 107).

 

Sebagaimana Imam An-Nawawi juga menjelaskan bahwa meletakkan tangan di antara dada dan pusar adalah pendapat yang shahih dan dinyatakan dalam Madzhab Syafi’i. (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, DKI 4/282).

 

Meski dalam Madzhab Maliki bersedekap hukumnya makruh, namun ada beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa Imam Malik juga berpendapat seperti pendapat Madzhab as-Syafi’i, yaitu bersedekap antara dada dan pusar. Hal ini berdasarkan Riwayat dari Ashab Imam Malik (Muhammad bin Yusuf al-Gharnathi al-Maliki w. 897 H, at-Taj wa al-Iklil, 2/240).

 

Hal ini sebagaimana tampak pada penjelasan Imam Abdul Wahab al-Baghdadi al-Maliki (w. 422 H),

 

فصل: وصفة وضع إحداهما على الأخرى أن تكون تحت صدره وفوق سرته

“Meletakkan tangan ketika shalat adalah di bawah dada dan di atas pusar.” (Abu Muhammad Abdul Wahab al-Baghdadi al-Maliki w. 422 H, al-Isyraf ala Nukat Masail al-Khilaf, 1/241).

 

Dari ketiga pandangan di atas, kita dapat simpulkan bahwa ada perbedaan di kalangan ulama terkait posisi bersedekap saat shalat. Dan masing-masing pandangan bersumber dari dalil dan metode istinbath (kesimpulan hukum) yang berbeda-beda dan semuanya masih dalam koridor masalah furu’ (masalah-masalah cabang) bukanlah masalah fundamental. Sehingga sudah semestinya kita saling menghargai keberagaman pendapat yang ada.

 

Wallahu A’la wa A’lam

 

Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A

0 Comments

Leave a Comment

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password