Mengenal Masjid Dhirar dan Empat Mudaratnya
Masjid adalah rumah setiap orang bertakwa. Memakmurkan masjid adalah salah satu karakter orang beriman, apalagi yang ikut berkontribusi membangunnya. Amalan mulia yang mendapat ganjaran besar dari Allah ta’ala, karena menjadi wasilah kebaikan kaum muslimin dapat mendirikan shalat.
Namun Allah ta’ala mencela pembangunan masjid yang dilakukan bukan atas dasar takwa dan keimanan, sebagaimana yang pernah terjadi di awal dakwah Rasulullah di Madinah. Sekelompok orang munafik telah membangun sebuah masjid bukan untuk ibadah dan kebaikan, melainkan sebagai muslihat untuk menyaingi Masjid Quba yang telah dibangun oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah ta’ala memurkai pembangunan masjid tersebut dengan menyebutnya Masjid Dhirar, bahkan melarang orang-orang beriman melakukan shalat di masjid tersebut. Allah ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِن قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَىٰ ۖ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
“Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemadharatan (pada orang-orang Mukmin), untuk kekafiran dan memecah belah antara orang-orang Mukmin serta menunggu kedatangan orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah,”kami tidak menghendaki selain kebaikan.”Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). [QS. At-Taubah: 107].
Larangan shalat di Masjid Dhirar di sebutkan di ayat berikutnya secara jelas,
لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا ۚ لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
“Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” [QS. At-Taubah: 108].
أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَٰنَهُۥ عَلَىٰ تَقْوَىٰ مِنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنٍ خَيْرٌ أَم مَّنْ أَسَّسَ بُنْيَٰنَهُۥ عَلَىٰ شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَٱنْهَارَ بِهِۦ فِى نَارِ جَهَنَّمَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ
“Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” [QS. At-Taubah: 109].
Makna “dhirar” adalah hal-hal mudarat atau bencana yang timbul akibat orang-orang yang mendirikan masjid tersebut dengan niat yang tidak baik. Sehingga kemudaratan dapat timbul akibat adanya orang-orang yang menfaatkan masjid dengan tujuan yang buruk.
Syaikh Wahbah az-Zuhaili dalam Tafsir al-Munir menjelaskan bahwa pembangunan masjid dhirar tersebut didasari atas sifat iri dari Bani Ghunmun bin Auf yang merupakan golongan dari suku Khazraj terhadap adanya bangunan masjid Quba yang dibangun oleh saudara mereka sendiri yaitu Bani Amr bin Auf. Pembangunan masjid dhirar tersebut dilaksanakan oleh dua belas orang dari golongan munafik atas ide dari Abu Amir ar-Rahib.
Apa sebenarnya kemudaratan yang ditimbulkan oleh masjid dhirar tersebut?
Syaikh Wahbah aZ-Zuhaili menjelaskan bahwa terdapat empat kemudaratan yang muncul akibat pembangunan masjid dhirar yang dilakukan oleh orang-orang munafik, yaitu:
- Pertama, kemudaratan berupa kekafiran yang ditunjukkan mereka dengan keinginan untuk menandingi masjid Quba yang telah didirikan terlebih dahulu oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tatkala beliau hijrah ke Madinah.
- Kedua, masjid dhirar tersebut dijadikan oleh orang-orang munafik sebagai tempat untuk melakukan tipu daya dan fitnah terhadap kaum muslimin.
- Ketiga, masjid tersebut dijadikan sebagai sarana untuk memecah belah umat Islam, sebab adanya masjid dhirar tersebut mengakibatkan intensitas umat Islam yang berjamaah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid Quba menjadi berkurang.
- Keempat, masjid tersebut dibangun bertujuan sebagai tempat pemantauan untuk menunggu kedatangan seorang munafik yaitu Abu ‘Amir ar-Rahib, sekaligus menjadi benteng bagi berkumpulnya kaum munafiqin lain yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Sehingga bisa dikatakan masjid ini berfungsi sebagai tempat pelarian orang-orang munafik dari kewajiban melaksanakan shalat.
Apa Sikap Rasulullah Terhadap Masjid Dhirar?
Dalam kitab Lubabun Nuqul fi Asbab an-Nuzul karya Imam Suyuthi rahimahullahu, ada riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Syihab az-Zuhri dari Ibnu Akimah al-Laitsiy dari putra saudaranya yaitu Abu Rahm al-Ghifari. Tatkala Abu Rahm al-Ghifari sedang berjualan di bawah pohon, ia menceritakan bahwa suatu ketika datanglah orang-orang yang membangun masjid dhirar kepada Nabi, dimana saat itu Nabi sedang bersiap diri untuk perang Tabuk.
Mereka berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah sesungguhnya kami telah membangun masjid untuk orang-orang yang punya hajat dan keperluan, serta malam-malam yang banyak hujan. Kami ingin engkau shalat bersama kami di masjid itu dan mendoakan keberkahan untuk kami”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Aku akan melakukan perjalanan perang dan sedang sibuk. Jika kami telah kembali nanti kami akan mendatangi kalian dan kami shalat bersama kalian di sana.”
Selepas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari perang Tabuk, Nabi pun kembali ke tempat dibangunnya masjid tersebut untuk memenuhi janjinya. Namun saat Nabi hendak memasuki masjid tersebut, turunlah Al-Quran surah at-Taubah ayat 107 yang mengabarkan hakikat masjid tersebut yang merupakan masjid dhirar. Setelah menerima wahyu tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu memanggil Malik bin ad-Dukhsyum dan Ma’nun bin ‘Uday atau saudaranya yaitu ‘Ashim ibn ‘Uday, dalam riwayat lain juga bersama Wahsyi (pembunuh Hamzah).
Saat orang-orang yang dipanggil Nabi tersebut datang, beliau kemudian memerintahkan mereka seraya berkata: “Pergilah kalian ke masjid yang penduduknya zalim ini, hancurkan dan bakar masjid itu.” Akhirnya, para sahabat tersebut melakukan sesuai apa yang diperintahkan Nabi.
Dalam Tafsirnya, Syaikh Wahbah Az-Zuhaili juga mengutip pendapat ulama madzhab Maliki bahwa apabila terdapat masjid yang dibangun hanya untuk tujuan pamer (riya’), mencari popularitas ataupun untuk tujuan kemudaratan yang lain, maka hukumnya sama dengan masjid dhirar. Yakni tidak boleh shalat di dalamnya, menolak keberadaan masjid tersebut bahkan boleh dihancurkan agar tidak menjadi sumber fitnah di tengah umat.
Wallahu a’la wa a’lam
Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A
0 Comments