Manual I’tikaf Ramadan

Assalamualaikum. Saya sering mengikuti ibadah I’tikaf, tapi jujur saya belum tau aturan, etika serta tujuan dari ibadah I’tikaf. Bisakah ada uraian tentang Manual melakukan I’tikaf sesuai tuntunan agama. Terimakasih.
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
I’tikaf adalah di antara ibadah yang utama dilakukan pada bulan Ramadan, terutama di sepuluh hari terakhir Ramadan, berdasarkan Al-Quran, As-Sunnah, dan Ijma’ (konsensus) ulama.
Allah ta’ala berfirman dalam surah Al-Baqarah, ayat 187,
وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُوْنَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Dan janganlah kalian mencampuri istri-istri kalian, sedangkan kalian sedang beri’tikaf di masjid.” [QS. Al-Baqarah:187].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضى الله عنهما أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَعْتَكِفُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ber-i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.” [HR. Muslim]
Definisi I’tikaf
I’tikaf secara bahasa artinya Luzuum asy-Syai’i (menempel atau menempati sesuatu), Habsun Nafsi ‘alaih (menahan diri di dalamnya). Adapun secara istilah (Syara’), Sayyid Sabiq mendefisinikan,
والمقصود به هنا لزوم المسجد والاقامة فيه بنية التقرب إلى الله عزوجل
“Yang dimaksud i’tikaf adalah menempati masjid dan tinggal di dalamnya dengan niat mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” (Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, 1/539).
I’tikaf hukumnya Sunnah menurut Jumhur (mayoritas) ulama baik di bulan Ramadan ataupun di luar Ramadan. Dalam kondisi normal, Jumhur Ulama mengatakan bahwa I’tikaf tidak sah dilakukan kecuali di masjid, berbeda halnya dengan Mazhab Hanafi yang mengatakan wanita boleh I’tikaf di rumah atau Mushalla rumahnya. (Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 3/1756-1757).
Tujuan I’tikaf
Syaikh Wahbah Az-Zuhaily menjelaskan bahwa tujuan I’tikaf adalah,
وَالْهَدَفُ مِنْهُ: صَفَاءُ الْقَلْبِ بِمُرَاقَبَةِ الرَّبِّ، وَالْإِقْبَالُ وَالِانْقِطَاعُ إِلَى الْعِبَادَةِ فِي أَوْقَاتِ الْفَرَاغِ، مُتَجَرِّدًا لَهَا، وَلِلَّهِ تَعَالَى، مِنْ شَوَاغِلِ الدُّنْيَا وَأَعْمَالِهَا، وَمُسَلِّمًا النَّفْسَ إِلَى الْمَوْلَى بِتَفْوِيضِ أَمْرِهَا إِلَى عَزِيزِ جَنَابِهِ، وَالِاعْتِمَادِ عَلَى كَرَمِهِ، وَالْوُقُوفِ بِبَابِهِ، وَمُلَازَمَةِ عِبَادَتِهِ فِي بَيْتِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى، وَالتَّقَرُّبِ إِلَيْهِ لِيَقْرُبَ مِنْ رَحْمَتِهِ، وَالتَّحَصُّنِ بِحِصْنِهِ عَزَّ وَجَلَّ.
Tujuan dari i‘tikaf itu adalah:
- mensucikan hati dengan terus-menerus merasakan pengawasan (kehadiran) Allah ta’ala,
- totalitas dalam ibadah dan memutuskan diri dari urusan dunia untuk berkonsentrasi kepada-Nya pada waktu-waktu luang,
- Fokus untuk ibadah dan untuk Allah ta‘ala dari segala kesibukan dan pekerjaan dunia,
- menyerahkan jiwa kepada Sang Pemiliknya, dengan menyerahkan segala urusannya kepada Kemuliaan-Nya,
- bertawakal kepada kedermawananNya, dan berdiri di depan pintuNya (dalam keadaan berharap dan berdoa),
- senantiasa beribadah kepadaNya di rumahNya (masjid),
- mendekat kepada-Nya agar dekat pula kepada rahmat-Nya,
- serta berlindung dalam perlindungan-Nya, Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia.
Syarat I’tikaf
- Beragama Islam baik lelaki maupun perempuan
- Sudah usia baligh, namun anak-anak diperbolehkan ikut beri’tikaf dengan tetap memperhatikan kebersihan tempat I’tikaf dari najis dan yang sejenisnya.
- Aqil,
- Suci dari najis seperti Junub, haidh, dan nifas.
Rukun I’tikaf
- Niat beri’tikaf
- Tempat I’tikaf berupa mushalla di rumah atau tempat khusus yang dijadikan tempat shalat/I’tikaf.
Awal dan Akhir Waktu I’tikaf Ramadan
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ صَلَّى اَلْفَجْرَ, ثُمَّ دَخَلَ مُعْتَكَفَهُ
Dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa jika ingin i’tikaf, beliau shalat Shubuh dahulu, kemudian beliau masuk ke tempat i’tikafnya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Jumhur (mayoritas) ulama yang berpendapat bahwa I’tikaf Ramadan dimulai pada malam hari 21 Ramadan sebagaimana hadits dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ اعْتَكَفَ مَعِى فَلْيَعْتَكِفِ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ
“Barangsiapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka hendaklah ia beri’tikaf pada 10 hari terakhir.” [HR. Al-Bukhari].
Sepuluh hari terakhir Ramadan itu dimulai dari malam ke-21, yaitu mulai saat tenggelam matahari pada hari ke-20 Ramadan.
Adapun waktu berakhirnya I’tikaf, yaitu setelah terbenam matahari pada hari terakhir bulan Ramadan. Akan tetapi beberapa kalangan ulama mengatakan yang lebih mustahab (disenangi) adalah menunggu sampai akan dilaksanakannya shalat Id keesokan harinya.
Minimal Waktu I’tikaf
Jumhur ulama berpendapat I’tikaf sah dilakukan walaupun hanya sebentar atau sesaat dengan niat I’tikaf. (Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 3/1752-1753; Al-Majmu’, Imam An-Nawawi: DKI 8/15-16).
Meski demikian Imam Asy-Syafi’i mengatakan bahwa I’tikaf itu mustahab (dianjurkan) dilakukan minimal sehari-semalam sebagai upaya keluar dari perbedaan, karena sesungguhnya Imam Abu Hanifah mengatakan tidak boleh (tidak dianggap) I’tikaf jika kurang dari sehari. Al-Majmu’, Imam An-Nawawi: DKI 8/15).
Adab dan Sunnah I’tikaf
- Membuat tenda atau bilik khusus untuk digunakan berkhalwat (menyendiri) dalam beribadah kepada Allah ta’ala, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha; beliau mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Aku membuatkan tenda untuk beliau. Lalu beliau shalat Shubuh kemudian masuk ke tenda i’tikafnya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
- Memperbanyak ibadah sunnah dan bersungguh-sungguh dalam mendekatkan dirinya kepada Allah ta’ala, seperti tilawah Al-Quran, Qiyamu Lail, Zikir dan Istighfar, Sedekah, menuntut ilmu, dan pelbagai bentuk ketaatan lainnya. Ibunda Aisyah radhiyallahu anha menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh menghidupkan malam pada sepuluh hari terakhir, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersungguh-sungguh dalam sepuluh hari akhir bulan Ramadan, hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya.” [HR Muslim].
- Memperbanyak doa seperti yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwa, fa’fu’anni (Yaa Allah sesungguhnya engkau Maha pemberi ampunan, suka memberi pengampunan, maka ampunilah diriku).” [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah].
- Meninggalkan perdebatan dan pertengkaran walaupun berada di pihak yang benar.
- Menghindari segala sesuatu yang dapat menghilangkan pahala puasa, seperti mengumpat, berkata kotor dan keji, ghibah, namimah (mengadu domba) karena hal-hal tersebut terlarang di luar i’tikaf maka pelarangannya bertambah besar pada saat i’tikaf.
- Meninggalkan segala perbuatan yang tidak bermanfaat baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat.
Yang Dibolehkah Sepanjang I’tikaf
- Keluar tempat I’tikaf untuk suatu keperluan yang penting dan mendesak. Ulama menjelaskan di antara keperluan tersebut seperti keperluan ke kamar mandi, toilet, dan keperluan lain yang tidak bisa ditangguhkan. Ibunda Aisyah radhiyallahu anha mengatakan, “Dan adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika sedang beri’tikaf di masjid, kadang beliau memasukkan kepalanya (melalu celah-celah kamarku) lalu aku menyisirnya dan adalah beliau tidak masuk ke rumah kecuali karena kebutuhan yang manusiawi”. [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
- Makan dan minum setelah waktu berbuka dengan tetap menjadi kebersihan tempat I’tikaf.
- Berbicara sesuatu yang baik
Yang Membatalkan I’tikaf
- Keluar dari tempat I’tikaf bukan untuk keperluan mendesak
- Berjima’ (senggama) atau bermesraan dengan pasangan
- Onani/Masturbasi
- Murtad
- Mabuk
- Gila atau pingsan yang berlangsung lama
- Haidh dan Nifas.
- Murtad
Demikian penjelasan seputar I’tikaf, semoga bermanfaat dan memberi pencerahan.
Wallahu A’la wa A’lam




0 Comments