Fikih Lailatul Qadar

  1. Definisi

 

Dari segi bahasa, yang disebut sebagai Lailah (malam) adalah rentang waktu yang ditandai mulai dari terbenamnya matahari di ufuk Barat hingga terbitnya fajar (bukan terbitnya matahari) di ufuk Timur. [Kamus Misbah al-Munir].

 

Sedangkan istilah al-Qadaru (القدر) dari segi bahasa, memiliki banyak makna, antara lain kemuliaan (الشرف), hukum (الحكم), ketetapan (القضاء), dan kesempitan (التضييق). Artinya Lailatul Qadar memiliki beberapa makna, yaitu Malam yang mulia, malam penetapan hukum, malam penetapan takdir perjalanan hidup manusia, dan malam yang sempit karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, sehingga bumi menjadi sempit. Atau juga bisa bermakna karena sempitnya kemungkinan untuk bisa mengetahui secara definitif kapan jatuhnya malam itu, mengingat Allah ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terkesan agak merahasiakannya.

 

  1. Keutamaan

 

  1. Malam yang dimuliakan dan diberkati, sebagaimana firman Allah ta’ala,

 

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ . فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ

 

“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [QS. Ad-Dukhan: 3-4].

 

  1. Nilai kemuliaannya lebih baik dari seribu bulan. Firman Allah ta’ala,

 

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ, لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ، سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. [QS. al-Qadr: 1-5].

 

  1. Malam diturunkannya Al-Quran, Firman Allah ta’ala,

شَهْرُ رَمَضَانَ الذي أُنْزِلَ فِيهِ القرآن

“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran.” [QS. Al Baqarah: 185].

 

  1. Kapan Waktunya

 

Waktu datangnya Lailatul Qadar setiap tahunnya adalah rahasia Allah, karena tidak ada dalil yang secara tegas menyebutkan kapan waktunya. Hal ini yang menyebabkan para ulama berbeda pendapat tentang waktunya. Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullahu di dalam Fathul Bari 4/262 menyebutkan setidaknya ada 46 pendapat ulama seputar waktu Lailatul Qadar.

 

✅ 10 Malam Terakhir Ramadan, khususnya malam ganjil

 

Kendati ada khilaf di kalangan ulama tentang waktu Lailatul Qadar, namun Jumhur (mayoritas) ulama berpandangan bahwa malam tersebut terjadi pada ‘Asyrul Awaakhir (10 hari terakhir) Ramadan, terutama pada malam-malam ganjil, yaitu 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadan. Bahkan ulama Malikiyah dan Hanabilah menegaskan bahwa malam itu terjadi tanggal 27 Ramadan. [Al-Majmu’, Imam An-Nawawi].

 

Di antara dalil pendapat Jumhur ulama adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

تحروا ليلة  القدر في الوتر من العشر الأواخر من رمضان

“Carilah malam Lailatul Qadar di malam ganjil dari sepuluh terakhir bulan Ramadan.”  [HR. Ahmad].

 

✅ 7 Malam Terakhir Ramadan

الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي

“Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir, jika salah seorang dari kalian merasa lemah atau tidak mampu, maka janganlah sampai terlewatkan tujuh hari yang tersisa dari bulan Ramadan.” [HR. Muslim].

 

Beberapa sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bermimpi bahwa Lailatul Qadar turun di tujuh hari terakhir, sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

 

 أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ

“Aku juga bermimpi sama sebagaimana mimpi kalian bahwa Lailatul Qadar pada tujuh hari terakhir, barangsiapa yang berupaya untuk mencarinya, maka hendaknya dia mencarinya pada tujuh hari terakhir.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

 

✅ Malam ke 1 hingga 30 Ramadan

 

Selain pendapat Jumhur ulama ada pula pendapat lain yang justru menyebutkan bahwa Lailatul Qadar beredar sepanjang Ramadan, sejak malam pertama hingga malam terakhir. Maksudnya bisa saja ada di malam-malam yang berbeda. [Hasyiatu Ibnu Abidin, Ibnu ‘Abidin, 2/137].

 

 

✅ Malam ke 1 Ramadan

Tidak hanya dua pendapat di atas, ada pula pendapat mengatakan bahwa Lailatul Qadar jatuh pada malam awal Ramadan. Pendapat ini dikemukakan oleh Abi Razin Al-Uqaili Ash-Shahabi, yang meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu,

 

لَيْلَةُ الْقَدْرِ أَوَّل لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ

“Malam Qadar itu jatuhnya pada malam pertama bulan Ramadan.” [Fathul Bari, Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, 4/263].

 

 

✅ Malam 17 Ramadan

Selanjutnya juga ada pandangan bahwa Lailatul Qadar jatuh pada malam 17 Ramadan. Pendapat ini disandarkan pada hadits berikut,

 

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَال : مَا أَشُكُّ وَلاَ أَمْتَرِي أَنَّهَا لَيْلَةُ سَبْعَ عَشْرَةَ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ أُنْزِل الْقُرْآنُ

Dari Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Aku tidak ragu bahwa malam 17 Ramadan adalah malam turunnya Al-Quran.” [HR. Ath-Thabarani dan Abu Syaibah].

 

 

✅ Malam 27 Ramadan

Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullahu menyatakan bahwa kebanyakan ulama meyakini bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam 27 Ramadan. (Fiqh Sunnah, Sayyid As-Sabiq, Darul Fath Lil I’lam al-‘Arabiy 1/538. Sebagaimana hadits riwayat Imam Ahmad dengan sanad yang shahih dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَ مُتحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا لَيْلةَ السَابِعِ وَاْلعِشْرِيْنَ

“Barangsiapa yang mencari Lailatul Qadar, maka carilah pada malam 27 Ramadan.” [HR. Ahmad].

 

Hadits di atas juga dikuatkan oleh riwayat dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu yang menyatakan,

وَاللهِ إِنّيْ لأَعْلَمُهَا وَأكْثَرُ عِلْمِي هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ سَبْعِ وَعِشْرِيْنَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا

“Demi Allah, sungguh aku mengetahui malam (Lailatul Qadar) tersebut. Puncak ilmuku bahwa malam tersebut adalah malam yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menegakkan shalat padanya, yaitu malam ke-27, dan tanda-tandanya ialah, pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot.” [HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi].

 

Perbedaan riwayat tentang Lailatul Qadar ini sebenarnya tidak perlu membuat kita bingung, karena sejatinya memang waktunya dirahasiakan dan hanya Allah ta’ala yang mengetahuinya secara pasti. Yang paling utama adalah bagaimana kita berupaya untuk beribadah sebanyak-banyaknya di bulan yang mulia ini terutama di 10 hari terakhir Ramadan, sebagaimana yang dilakukan oleh Baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

 

  1. Tempat

Kita bisa beribadah di mana saja sepanjang 10 malam terakhir. Namun tempat ibadah yang paling utama adalah masjid, yaitu dalam rangkaian ibadah I’tikaf. Sebagaimana hadits dari Abdullah bin Umar radhiayallahu ‘anhu,

 

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضى الله عنهما أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَعْتَكِفُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ber-i’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.” [HR. Muslim],

 

Selain itu juga berdasarkan hadits dari Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

“Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadan sampai beliau diwafatkan Allah, kemudian istri-istrinya pun i’tikaf setelah itu.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ahmad dan lainnya).

 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, katanya:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا

“Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam I’tikaf di setiap Ramadan 10 hari, tatkala pada tahun beliau wafat, beliau I’tikaf 20 hari.” (HR. Al-Bukhari, Ahmad, Ibnu Hibban, dll).

 

  1. Amalan

Selain ibadah Fardhu seperti shalat lima waktu dan puasa, maka kita dianjurkan memperbanyak ibadah-ibadah sunnah dan melipat-gandakan amal shalih. Seperti Shalat Malam, Shalat Rawatib, Tilawah Al-Quran, Belajar Ilmu, Infak, doa dan istighfar.

  1. Bersungguh-sungguhnya menghidupkan 10 hari terakhir dengan ibadah

 

Ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh menghidupkan malam pada sepuluh hari terakhir,

 كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَجْتَهِدُ فِيْ العَشْرِ الأَوَاخِرِ مَالاَ يَجْتَهِدُ فِيْ غَيْرِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersungguh-sungguh dalam sepuluh hari akhir bulan Ramadan, hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya.” [HR Muslim].

 

  1. Shalat Malam

وَمَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا واحتسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang mendirikan (shalat malam) di bulan Ramadan karena iman dan mengharapkan pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR. Al-Bukhari].

 

  1. Membangunkan Keluarga untuk beribadah

كَانَ رَسُوْلُ الله إِذَا دَخَلَ العَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

“Bila masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengencangkan kainnya (menjauhkan diri dari menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

 

  1. Apakah Wanita Haidh dan Nifas bisa mendapatkan kemuliaan Asyrul Awakhir dan Malam Lailatul Qadar?

Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh-Dhahak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya dalam keadaan berdzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh-Dhahak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.” (Lathaif Al-Ma’arif, 341).

 

Dengan demikian, kaum wanita tetap bisa beribadah sepanjang Asyrul Awakhir dan malam Lailatul Qadar, selain ibadah shalat, puasa, I’tikaf, dan thawaf. Di antara amalan yang bisa dilakukan wanita haidh atau nifas adalah sebagai berikut:

  1. Membaca Al-Quran tanpa menyentuh mushaf
  2. Berdzikir dan Istighfar
  3. Banyak bershalawat
  4. Banyak berdoa
  5. Belajar ilmu
  6. Berinfak dan sedekah
  7. Menyiapkan hidangan berbuka puasa dan makan sahur
  8. Membersamai anak-anak dan keluarga
  9. Melakukan kegiatan sosial di masyarakat

 

  1. Doa Khusus Malam Lailatul Qadar dan Sepanjang 10 Hari Terakhir

Dalam riwayat Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,

قلت يا رسول الله أرأيت إن علمت أي ليلة ليلة القدر ما أقول فيها ؟ قال قولي اللهم إنك عفو تحب العفو فاعف عني

Aku berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apabila aku mengetahui waktu malam Lailatul Qadar, apakah yang mesti aku ucapkan pada saat itu?” Beliau menjawab, “Katakanlah, Allahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwa, fa’fu’anni (Yaa Allah sesungguhnya engkau Maha pemberi ampunan, suka memberi pengampunan, maka ampunilah diriku).” [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah].

 

  1. Tanda-Tanda

 

  1. Malam yang indah dan teduh
  2. Udaranya sejuk
  3. Cahaya matahari keesokan harinya teduh kemerah-merahan

 

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ: لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلْقَةٌ لاَ حَارَّةَ وَلاَ بَارِدَةَ, تُصْبِحُ شَمْسُهَا صَبِيْحَتُهَا صَفِيْقَةً حَمْرَاءَ

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang (tanda-tanda) Lailatul Qadar, yaitu “Malam yang teduh, indah, tidak (berudara) panas maupun dingin, matahari terbit di pagi harinya dengan cahaya teduh kemerah-merahan.” [HR. Thayalisi. Hadits Shahih].

 

Berbicara tentang tanda-tanda Lailatul Qadar, yang paling utama adalah bagaimana agar kita bisa optimal dalam beribadah dan melakukan ketaatan di malam yang mulia ini, sehingga tidak sibuk menghabiskan waktu dengan memburu tanda-tandanya. Ramadan adalah peluang untuk banyak beribadah yang belum tentu berulang, untuk itu mari kita ikhtiarkan agar Ramadan ini menjadi yang terbaik dalam kehidupan kita. Amin Allahumma amin.

 

Wallahu A’la wa A’lam

 

Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A

 

Referensi:

Al-Quran Al-Karim

Shahih Al-Bukhari

Shahih Muslim

Shahih Ibnu Hibban

Musnad Imam Ahmad

Sunan At-Tirmidzi

Sunan Ibnu Majah

Fathul Bari, Ibnu Hajar al-‘Asqalani

Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, Imam An-Nawawi

Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily

Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzzab, Imam An-Nawawi

Hasyiatu Ibnu Abidin, Ibnu ‘Abidin

Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq

Lathaiful Ma’arif, Ibnu Rajab al-Hanbali

 

0 Comments

Leave a Comment

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password