Hukum Shalat Witir Dua Kali

Assalamualaikum. Ustadz, Apa hukum mengerjakan dua shalat witir dalam satu malam? Misalnya, jika sebelum tidur, kita sudah mengerjakan shalat witir, kemudian kita terbangun dan hendak mengerjakan shalat malam, maka apakah harus ditutup dengan shalat witir lagi? Terimakasih.

 

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

 

Shalat Witir adalah shalat yang disyariatkan dalam Islam dilakukan antara shalat Isya’ sehingga terbit fajar, dan menjadi penutup dari shalat malam. Dinamakan Witir (ganjil), karena shalat tersebut dilakukan dengan bilangan ganjil, dan tidak boleh dilakukan dengan rakaat genap.

 

Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullahu menyatakan bahwa para ulama telah Ijma’ (konsensus) bahwa shalat Witir tidak boleh dilakukan kecuali setelah selesai mengerjakan shalat Isya’ dan waktunya terbentang sehingga terbit fajar.

 

أجمع العلماء على أن وقت الوتر لا يدخل إلا بعد صلاة العشاء وأنه يمتد إلى صلاة الفجر

“Para ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa waktu shalat Witir belum masuk kecuali setelah selesai mengerjakan shalat Isya’ dan waktunya terbentang sehingga terbit fajar.” (Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq, Darul Fath Lil-I’lam al-Arabi, 1/228).

 

Adapun kadar minimal rakaat shalat witir adalah satu rakaat, dan batas maksimalnya sebelas rakaat menurut pendapat Jumhur Ulama berdasarkan hadits dari Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. (Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Zuhaily: Darul Fikr Al-Mu’ashir, 2/1013; Al-Majmu’, Imam An-Nawawi: DKI 5/15-16).

 

Mayoritas ulama menyatakan Shalat Witir hukumnya Sunnah Muakkadah (sunnah yang utama). Antara sandaran pendapat ini adalah keumuman hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat menjawab pertanyaan seorang Arab Badui tentang shalat apa yang diwajibkan kepadanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسُ صَلَوَاتٍ.  فَقَالَ هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا قَالَ لَا إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ .

“Shalat lima waktu,” lalu ia bertanya lagi: “Apakah ada yang lainnya atasku?” Nabi menjawab, Tidak, kecuali bila engkau mengerjakan shalat sunnah”. [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

 

Selain itu yang menjadi sandaran adalah hadits dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,

 

الْوِتْرُ لَيْسَ بِحَتْمٍ كَهَيْئَةِ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ وَلَكِنْ سُنَّةٌ سَنَّهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Shalat Witir tidak wajib seperti halnya shalat wajib, namun ia adalah sunnah yang disunnahkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa salllam.” [HR. Ahmad dan At-Tirmidzi].

 

Shalat Witir disunnahkan menjadi penutup shalat malam. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا

“Jadikanlah akhir shalat malam kalian adalah shalat witir.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

 

Shalat Witir boleh dilakukan sebelum tidur ataupun setelah bangun tidur di malam hari atau di akhir malam. Bahkan sunnah hukumnya mengawalkan shalat Witir di awal malam sebelum tidur jika khawatir tidak sempat bangun di malam hari. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu,

 

أَيُّكُمْ خَافَ أَنْ لاَ يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ ثُمَّ لْيَرْقُدْ وَمَنْ وَثِقَ بِقِيَامٍ مِنَ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ مِنْ آخِرِهِ فَإِنَّ قِرَاءَةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَحْضُورَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ

“Barangsiapa di antara kalian yang khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, hendaklah ia mengerjakan Witir, baru kemudian tidur. Dan barangsiapa yang yakin akan terbangun di akhir malam, hendaklah ia mengerjakan witir di akhir malam karena bacaan di akhir malam dihadiri (oleh para Malaikat) dan itu tentu lebih utama.” [HR. Muslim, Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah].

 

Lantas bagaimana jika shalat Witir sudah dilakukan sebelum tidur, kemudian kita terbangun dan mengerjakan shalat malam, apakah harus ditutup lagi dengan shalat Witir?

 

Dalam hal ini, ulama memiliki dua pandangan;

  1. Pendapat Jumhur Ulama: Makruh mengulangi shalat Witir dalam satu malam.

 

Bagi yang sudah melakukan shalat Witir di awal malam, lalu bangun di akhir malam boleh baginya melakukan Qiyamu Lail (shalat malam) tanpa ada kemakruhan, namun tidak disyariatkan lagi mengulangi shalat Witir. Jumhur Ulama mengatakan makruh hukumnya mengulangi shalat Witir dalam satu malam. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersabda,

 

لاَ وِتْرَانِ فِي لَيْلَةٍ

“Tidak ada dua witir dalam satu malam.” [HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i, dan At-Tirmidzi].

 

Hal ini sebagaimana diuraikan juga oleh Imam An-Nawawi rahimahullahu,

 

إذا أوتر ثم أراد أن يصلي نافلة أم غيرها في الليل جاز بلا كراهة ولا يعيد الوتر

“Apabila ada orang yang telah mengerjakan Witir di awal malam dan dia hendak shalat sunnah atau shalat lainnya di akhir malam, hukumnya boleh dan tidak makruh. Dan dia tidak perlu mengulangi Witirnya. (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi: DKI 5/21).

 

Adapun hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut,

 

اِجْعَلُوْا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا

“Jadikanlah akhir shalat malam kalian adalah shalat witir.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

 

Perintah dalam hadits ini ditujukan kepada orang yang melakukan shalat malam dan belum melakukan shalat witir sebelumnya. Karena Witir bisa dilakukan di awal malam sebelum tidur jika khawatir tidak sempat bangun sebelum fajar. Namun waktu yang paling utama adalah di akhir malam, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 

مَنْ خَافَ أَنْ لاَ يَقُوْمُ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوْتِرْ أَوَّلَهُ، وَمَنْ طَمَعَ أَنْ يَقُوْمَ آخِرَهُ فَلْيُوْتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ

“Barangsiapa merasa khawatir tidak bisa bangun pada akhir malam, hendaklah dia mengerjakan shalat witir pada awal malam (sebelum tidur). Serta, barangsiapa mampu bangun pada akhir malam, hendaklah ia berwitir di akhir malam.” [HR. Muslim].

 

  1. Berbeda halnya dengan pendapat Jumhur, Ulama Madzhab Hanbali mengatakan boleh mengulangi shalat Witir. [Syaikh Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 2/1016].

 

Hal ini sebagaimana juga terlihat pada penjelasan Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullahu,

 

ومن أوتر من الليل ثم قام للتهجد فالمستحب أن يُصلي مثنى مثنى ولا ينقض وِتْرَه . روي ذلك عن أبي بكر الصديق وعمار وسعد بن أبي وقاص وعائذ بن عمرو وابن عباس وأبي هريرة وعائشة.

“Siapa yang melakukan Witir di awal malam, kemudian dia bangun untuk tahajjud, dianjurkan untuk mengerjakan shalat dua rakaat – dua rakaat dan tidak perlu membatalkan Witirnya. Kesimpulan ini berdasarkan riwayat dari Abu Bakar As-Shidiq, Ammar bin Yasir, Sa’d bin Abi Waqqash, A’idz bin Amr, Ibn Abbas, Abu Hurairah, dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah: 2/120).

 

Artinya, jika seseorang terbangun tengah malam dan sudah melakukan Witir sebelum tidur, maka sebaiknya dia melakukan shalat satu rakaat untuk menggenapkan witirnya yang pertama. Kemudian baru shalat Tahajjud dan diakhiri dengan shalat witir lagi, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jadikanlah akhir shalat malam kalian dengan shalat witir “

 

Kesimpulannya adalah hal ini termasuk persoalan khilafiyah di kalangan ulama yang tentunya memberi ruang kepada kita untuk memilih di antara pendapat yang ada. Jumhur ulama mengatakan shalat Witir cukup satu kali dalam satu malam dan Makruh hukumnya mengulangi shalat Witir. Sementara Ulama Madzhab Hanbali mengatakan boleh mengulangi shalat Witir yang sudah dilakukan di awal malam, jika memang kita bangun kembali di akhir malam melakukan tahajjud. Dengan begitu Witir tetap menjadi penutup shalat malam.

 

Wallahu A’la wa A’lam

 

Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A

0 Comments

Leave a Comment

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password