Fikih Kurban Sesuai Sunnah [2]

6. Jenis Hewan Kurban

Ulama sepakat bahwa kurban tidak sah dilakukan kecuali hewan yang termasuk al-An’aam (hewan ternak), sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran, surat al-Hajj ayat 34,

 

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”

 

Al-An’aam (binatang ternak) dalam ayat di atas adalah kambing (termasuk domba dan biri-biri), sapi, kerbau dan unta, baik jantan ataupun betina. (Al-Bada’i: 5/69, Al-Lubab Syarh Al-Kitab: 3/235, Ad-Dur al-Mukhtar: 5/226, Tabyin al-Haqa’iq: 6/7, Takmilah Fath al-Qadir: 8/76, Bidayatul Mujtahid: 1/416, Mughni al-Muhtaj: 4/284, Al-Mughni: 8/619, Kassyaful Qana’: 2/615, Al-Qawaanin al-Fiqhiyyah: 188, Al-Muhadzzab: 1/238).

 

7. Kriteria Hewan Kurban

Pertama: Kriteria fisik, yaitu hewan kurban yang sehat, baik dan tidak cacat. Hal ini sebagaimana penjelasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 

وَعَنِ اَلْبَرَاءِ بنِ عَازِبٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَامَ فِينَا رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ: – “أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي اَلضَّحَايَا: اَلْعَوْرَاءُ اَلْبَيِّنُ عَوَرُهَا, وَالْمَرِيضَةُ اَلْبَيِّنُ مَرَضُهَا, وَالْعَرْجَاءُ اَلْبَيِّنُ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرَةُ اَلَّتِي لَا تُنْقِي” – رَوَاهُ اَلْخَمْسَة ُ . وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ حِبَّان َ

Dari Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di tengah-tengah kami dan berkata, “Ada empat cacat yang tidak dibolehkan pada hewan kurban, yaitu:

(1) buta sebelah dan jelas sekali kebutaannya,

(2) sakit dan tampak jelas sakitnya,

(3) pincang dan tampak jelas pincangnya,

(4) sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.”

[HR. Al-Khamsah (perawi hadits yang lima selain Al-Bukhari dan Muslim). Dishahihkan oleh At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban].

 

Kedua: Kriteria umur

Berdasarkan Ijma’ (konsensus) ulama bahwa hewan yang boleh dikurbankan adalah yang sudah memasuki usia Tsaniy. “Tsaniy dari unta yang berusia genap 5 tahun, tsaniy dari sapi yang berusia genap 2 tahun, tsaniy dari kambing yang berusia genap 1 tahun. Namun ada perbedaan tentang kebolehan kurban dengan Jadza’ah, yaitu domba yang berusia genap ½ tahun, namun Jumhur (mayoritas) ulama memperbolehkannya apabila kesulitan mendapatkan hewan yang cukup umur. (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi: DKI 9/303-304; Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 4/2723-2724).

 

Berikut rinciannya:

  1. Unta berumur minimal 5 tahun
  2. Sapi berumur minimal 2 tahun
  3. Kambing berumur minimal 1 tahun
  4. Domba berumur 6 bulan jika kesulitan mendapatkan kambing berumur 1 tahun

 

Antara sandaran pendapat Jumhur ulama dalam hal ini adalah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 

عن جابر قال رسول الله صلی الله عليه وسلم لا تذبحوا إلا مسنة إلا أن يعسر عليكم فتذبحوا جذعة من الضان

Dari Jabir, beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian menyembelih kecuali hewan Musinnah (unta berumur lima tahun lebih atau sapi berumur dua tahun lebih atau kambing berumur setahun lebih) kecuali jika kalian kesulitan, maka kalian boleh menyembelih domba Jadza’ah (berumur enam bulan lebih dan kurang dari setahun).” [HR. Muslim].

 

Mana Yang Afdhal, Kurban Kambing, Sapi atau Unta?

 

Syaikh Wahbah Az-Zuhaily rahimahullahu menjelaskan bahwa dalam hal ini setidaknya ada 2 pendapat di kalangan ulama;

Pertama, menurut ulama Maliki yang paling afdhal untuk ibadah kurban adalah Kambing, lalu sapi kemudian Unta. Urutan keutamaan ini berdasarkan kualitas daging hewan tersebut. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor kambing, dan Nabi tentu melakukan yang paling utama. Begitu pula kurban yang dipersembahkan sebagai ganti untuk penyembelihan Nabi Ishaq atau Nabi Ismail ‘alaihimassalam juga kambing. Jika ada hewan lain yang lebih utama dari kambing, tentu telah dipersembahkan untuk ganti penyembelihan keduanya.

 

Kedua, menurut ulama Syafi’i dan Hanbali yang paling afdhal adalah unta, lalu sapi kemudian kambing. Urutan ini berdasarkan banyaknya daging dari hewan-hewan tersebut, sehingga kemanfaatannya lebih luas kepada fakir dan miskin.

 

Selain itu, pandangan ini juga bersandar pada hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

“Barangsiapa mandi pada hari jumat sebagaimana mandi janabah, lalu berangkat menuju masjid, maka dia seolah berkurban dengan seekor unta. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) kedua maka dia seolah berkurban dengan seekor sapi. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) ketiga maka dia seolah berkurban dengan seekor kambing yang bertanduk. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) keempat maka dia seolah berkurban dengan seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) kelima maka dia seolah berkurban dengan sebutir telur. Dan apabila imam sudah keluar (untuk memberi khuthbah), maka para malaikat hadir mendengarkan dzikir (khuthbah tersebut).” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

 

Ulama Hanafi juga punya pandangan yang sama secara umum seperti ulama Syafi’i dan Hanbali, bahwa yang paling utama dalam ibadah kurban adalah yang hewan yang paling banyak dagingnya. (Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 4/2720).

 

Karena termasuk masalah khilafiyah di kalangan ulama, tentu ada kelonggaran bagi umat untuk memilih berkurban kambing, sapi atau unta sesuai kelapangan dan kemudahan.

 

Jenis Kelamin Hewan Kurban, Apakah Harus Jantan?

 

Pertama, Ulama sepakat bahwa kurban tidak sah dilakukan kecuali hewan yang termasuk al-An’aam (hewan ternak), sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran, surat al-Hajj ayat 34,

 

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).”

 

Al-An’aam (binatang ternak) dalam ayat di atas adalah kambing (termasuk domba dan biri-biri), sapi, kerbau dan unta, baik jantan ataupun betina. (Al-Bada’i: 5/69, Al-Lubab Syarh Al-Kitab: 3/235, Ad-Dur al-Mukhtar: 5/226, Tabyin al-Haqa’iq: 6/7, Takmilah Fath al-Qadir: 8/76, Bidayatul Mujtahid: 1/416, Mughni al-Muhtaj: 4/284, Al-Mughni: 8/619, Kassyaful Qana’: 2/615, Al-Qawaanin al-Fiqhiyyah: 188, Al-Muhadzzab: 1/238).

 

Kedua, Tidak ada ketentuan khusus soal kelamin hewan kurban. Ternak jantan atau betina boleh dikurbankan. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ لَا يَضُرُّكُمْ ذُكْرَانًا كُنَّ أَمْ إِنَاثًا

“Anak laki-laki hendaklah diaqiqahi dengan 2 kambing, sedangkan anak perempuan dengan 1 kambing. Tidak mengapa bagi kalian memilih yang jantan atau betina dari kambing tersebut.” [HR. An-Nasa’i dan Abu Daud].

 

Terkait hal ini, Imam Abu Ishaq Ibrahim al-Syairazi (393-476 H) seperti yang dinukil Imam An-Nawawi rahimahullahu di dalam al-Majmu’ menjelaskan,

 

ويجوز فيها الذكر والانثى لما روت أم كرز عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: على الغلام شاتان وعلى الجارية شاة لا يضركم ذكرانا كن أو أناثا 

“Dan diperbolehkan dalam berkurban dengan hewan jantan maupun betina. Sebagaimana mengacu pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Kuraz dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau pernah bersabda “Akikah untuk anak laki-laki adalah dua kambing dan untuk perempuan satu kambing. Baik berjenis kelamin jantan atau betina, tidak masalah.” (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, DKI, 9/302).

 

Mengenai hadits di atas, Imam An-Nawawi mengatakan bahwa hadits Ummu Kuraz ini diriwayatkan oleh Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan yang lainnya. Status haditsnya Hasan (baik), dan Imam Abu Ishaq Ibrahim al-Syairazi mengutipnya dalam Al-Muhadzzab dengan redaksi dari An-Nasa’i.

 

Meskipun hadits di atas berbicara tentang akikah, namun juga menjadi sandaran dalam ibadah kurban. Sebagaimana uraian Imam Abu Ishaq Ibrahim al-Syairazi rahimahullahu,

 

وإذا جاز ذلك في العقيقة بهذا الخبر دل على جوازه في الاضحية ولان لحم الذكر أطيب ولحم الانثى أرطب  

“Jika dalam hal akikah saja diperbolehkan dengan landasan hadits tersebut, maka hal ini menunjukkan kebolehan untuk menggunakan hewan berjenis kelamin jantan maupun betina dalam ibadah Kurban. Daging ternak jantan lebih enak dan daging ternak betina lebih lembab.” (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, DKI, 9/302).

 

Syaikh Wahbah Az-Zuhaily (1932-2015) rahimahullahu, juga menguatkan bahwa para ulama sepakat hewan kurban bisa dari jenis kelamin jantan ataupun betina. Beliau menjelaskan,

 

اتفق العلماء على أن الأضحية لا تصح إلا من نَعم: إبل وبقر (ومنها الجاموس) وغنم (ومنها المعز) بسائر أنواعها، فيشمل الذكر والأنثى

“Ulama sepakat bahwa ibadah kurban tidak sah kecuali dari jenis al-An’aam (hewan ternak), yaitu unta, sapi (termasuk kerbau), dan kambing (termasuk biri-biri) dengan pelbagai jenisnya, dan mencakup jenis kelamin jantan atau betina…” (Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 4/2719).

 

Dari uraian di atas, kita bisa simpulkan bahwa tidak ada ketentuan dan keutamaan khusus dalam memilih jenis kelamin untuk hewan kurban, baik jantan maupun betina, keduanya boleh dikurbankan.

 

Bersambung ..

Fikih Kurban Sesuai Sunnah [3]

Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A

0 Comments

Leave a Comment

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password