Bergurulah Kepada 4 Orang, dan Tinggalkan 4 Orang 

Bukan popularitas, influencer dengan jutaan followers atau subcribers, bukan pula harta atau paras, sehingga seseorang layak menjadi guru yang digugu dan ditiru. Tak semua orang bisa diambil ilmunya. Harus selektif memilih guru. Karena llmu itu bagian dari agama, sehingga harus jelas kepada siapa kita berguru dan mengambil ilmu.

Imam An-Nawawi mengutip dari Ibnu Sirin, Imam Malik dan para ulama salaf rahimahumullahu jami’an,

فقد قال ابن سيرين ومالك وخلائق من السلف: هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذون دينكم

“Berkata Ibnu Sirin, Malik dan banyak ulama salaf; Ilmu ini agama, maka lihatlah dari mana kalian mengambil agama kalian.” (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, DKI, 1/460).

Dalam Al-Majmu’, Imam al-Nawawi rahimahullahu mengatakan ada 4 kriteria orang yang layak diambil ilmunya,

قالوا ولا يأخذ العلم إلا ممن كملت أهليته وظهرت ديانته وتحققت معرفته واشتهرت صيانته وسيادته

“Ulama mengatakan, tidak boleh mengambil ilmu kecuali dari dari mereka yang telah memiliki 4 kriteria ini:

1️⃣ Sosok yang sempurna keahliannya (kafasitas keilmuannya),

2️⃣ Jelas agamanya (komitmennya pada agama),

3️⃣ Valid pengetahuannya (jelas sanad ilmunya),

4️⃣ Masyhur keterjagaan dan kemuliannya (Wara’ prilakunya dan berkepribadian mulia).

 

Imam Malik rahimahullahu berpesan ada empat orang yang tidak boleh (tidak layak) diambil ilmunya,

لا يُؤْخَذُ الْعِلْمُ عَنْ أَرْبَعَةٍ: سَفِيْهٍ مُعلِنِ السَّفَهِ , وَ صَاحِبِ هَوَى يَدْعُو إِلَيْهِ , وَ رَجُلٍ مَعْرُوْفٍ بِالْكَذِبِ فِيْ أَحاَدِيْثِ النَّاسِ وَإِنْ كَانَ لاَ يَكْذِبُ عَلَى الرَّسُوْل صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ , وَ رَجُلٍ لَهُ فَضْلٌ وَ صَلاَحٌ لاَ يَعْرِفُ مَا يُحَدِّثُ بِهِ

“Ilmu tidak boleh diambil dari 4 orang:

🔰 (1) Orang bodoh yang nyata kebodohannya,

🔰 (2) Shohibu hawa` (pengikut hawa nafsu) yang mengajak agar mengikuti hawa nafsunya,

🔰 (3) Orang yang dikenal dustanya dalam pembicaraan-pembicaraannya dengan manusia, walaupun dia tidak pernah berdusta atas nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

🔰 (4) Seorang yang mulia dan shalih yang tidak mengetahui dan memahami perkara yang dia sampaikan.

(Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, al-Imam al-Hafizh Abi Umar Yusuf bin Abdillah bin Muhammad bin Abdil Bar al-Qurthubi al-Maliki, DKI, 308-309).

 

Wallahu a’la wa a’lam

 

Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A

0 Comments

Leave a Comment

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password