Lutut, Apakah Termasuk Aurat?

Assalamualaikum. Ustadz, tolong jelaskan batas-batas aurat laki-laki. Saya pernah bertemu seseorang yang memakai celana pendek selutut. Saya menanyakan hal itu kepadanya, dia mengatakan bahwa lutut tidak termasuk aurat lelaki. Benarkan begitu? Mohon penjelasan. Terimakasih.

 

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

 

Jawaban atas pertanyaan di atas bisa diuraikan dalam poin-poin berikut;

 

  1. Definisi Aurat

Aurat secara bahasa artinya setiap aib dan cacat cela pada sesuatu dan sesuatu itu tidak memiliki penjaga (penahan). Aurat juga bermakna lubang atau kekosongan. Seperti ucapan orang-orang Munafik di Madinah yang enggan berperang bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan dalih bahwa rumah-rumah mereka terbuka dan tidak ada yang menjaganya sehingga mereka mengkhawatirkannya, إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ “Inna buyutana aurat.” Yang artinya, “Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka.”

 

وَإِذْ قَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ يَا أَهْلَ يَثْرِبَ لَا مُقَامَ لَكُمْ فَارْجِعُوا ۚ وَيَسْتَأْذِنُ فَرِيقٌ مِنْهُمُ النَّبِيَّ يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ وَمَا هِيَ بِعَوْرَةٍ ۖ إِنْ يُرِيدُونَ إِلَّا فِرَارًا

 

“Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mreka berkata: “Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu”. Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata: “Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)”. Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanya hendak lari.” (QS. Al-Ahzab: 13). (Lisanul ‘Arab, Ibnu Mandzur, Darul Hadits, 6/516).

 

Adapun menurut istilah Aurat adalah bagian tubuh yang menjadikan seseorang malu, baik laki-laki yaitu dari bagian bawah pusar sampai lutut, dan untuk perempuan seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan. (Mu‘jam al-Musthalahat wa al-Alfazh al-Fiqhiyyah, Mahmud Abdurrahman Abdul Mun‘im, DKI).

 

Syaikh Wahbah Az-Zuhaily rahimahullahu menyebutkan bahwa aurat adalah sesuatu yang wajib ditutup dan haram untuk dilihat. (Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr, 1/738).

 

 

  1. Dalil Kewajiban Menutup Aurat

 

Allah ta’ala berfirman,

 

قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ ذٰلِكَ اَزْكٰى لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا يَصْنَعُوْنَ .وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التَّابِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

 

“Katakanlah kepada orang laki–laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allâh maha mengatahui apa yang mereka perbuat.”

Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera–putera mereka, atau putera–putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allâh, wahai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. [QS. An-Nur:30 -31].

 

Dan Allah Azza wa Jalla juga berfirman,

 

يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّه لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ

 

“Wahai anak adam, pakailah  pakaianmu yang indah  di setiap  (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allâh tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.” [QS. Al-A’raf: 31].

 

Asbab Nuzul (sebab turunnya) sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

 

 

كَانَتْ الْمَرْأَةُ تَطُوفُ بِالْبَيْتِ وَهِيَ عُرْيَانَةٌ … فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

Dahulu para wanita melakukan tawaf di Ka’bah tanpa busana, lantas Allah ta’ala menurunkan ayat,

 

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

“Hai anak adam, pakailah  pakaianmu yang indah  di setiap  (memasuki) masjid…” [HR. Muslim].

 

Allah ta’ala juga memerintahkan kepada istri-istri nabi dan wanita-wanita beriman untuk menutup aurat mereka sebagaimana firman-Nya,

 

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

 

“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka !”  Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Al-Ahzab: 59].

 

Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menegur Asma binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anhuma saat ia datang ke rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengenakan pakaian yang kurang tertutup auratnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memalingkan wajahnya seraya berkata,

 

يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ يَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا

 

“Wahai Asma! Sesungguhnya wanita jika sudah mengalami menstruasi (mencapai usia baligh) maka tidak boleh terlihat dari anggota badannya kecuali ini dan ini (beliau mengisyaratkan ke muka dan telapak tangan).” [HR. Abu Daud dan Al-Baihaqi].

 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah didatangi oleh seseorang yang menanyakan perihal aurat yang harus ditutup dan yang boleh terlihat, maka beliau pun menjawab,

 

احْفَظْ عَوْرَتَكَ إلَّا مِنْ زَوْجِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ.

 

“Jagalah auratmu kecuali dari pandangan istrimu atau budak yang kamu miliki.” [HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah].

 

Selain perintah menutup aurat, ada pula hadits yang memberi peringatan pada Wanita yang tidak menutup auratnya, berupa ancaman tidak akan mencium bau surga. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata,

 

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  : صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلَاتٌ مُمِيلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَمْثَالِ أَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَتُوجَدُ مِنْ مَسِيْرةٍ كَذَا وَكَذَا

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku lihat. Satu kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi, mereka memukuli orang-orang dengan cemeti tersebut. Dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, mereka berjalan berlenggak-lenggok menggoyangkan (bahu dan punggungnya) dan rambutnya (disanggul) seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium aroma surga, padahal sesungguhnya aroma Surga itu tercium dari jauhnya jarak perjalanan sekian dan sekian.” [HR. Muslim].

 

Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah menjelaskan bahwasanya aroma Surga itu bisa tercium dari jarak 500 tahun. [HR. Malik].

 

Dan diharamkan pula seorang lelaki melihat aurat lelaki lainnya  atau wanita melihat aurat wanita lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَا حِدِ، وَلاَ تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةَ فِي الثَّوْبِ الْوَحِدِ

 

“Janganlah seorang lelaki melihat aurat lelaki (lainnya), dan janganlah pula seorang wanita melihat aurat wanita (lainnya). Seorang pria tidak boleh bersama pria lain dalam satu kain, dan tidak boleh pula seorang wanita bersama wanita lainnya dalam satu kain.” [HR. Muslim].

 

  1. Batas Aurat

 

Berdasarkan ayat-ayat dan hadits-hadits di atas maka Ulama sepakat bahwa lelaki dan wanita wajib menutup aurat. Imam An-Nawawi rahimahullahu dalam al-Majmu’ menyebutkan bahwasanya ulama telah ijma’ (konsensus) tentang kewajiban menutup aurat. (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, DKI, 4/186-188). Hal serupa juga ditegaskan oleh Imam Al-Mawardi dalam al-Hawi al-Kabir, DKI, 2/165-167).

 

Meski ulama sepakat tentang kewajiban menutup aurat, namun mereka berbeda pendapat tentang batasannya. (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, DKI, 4/186-188; al-Hawi al-Kabir, Imam Al-Mawardi, DKI, 2/165-174; Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr, 1/743-855).

 

Berikut perinciannya:

 

Madzhab Hanafi

  • Aurat Lelaki: Mulai dari bawah pusarnya sehingga di bawah lutut. Lutut termasuk aurat karena bagian dari paha, adapun pusar tidak termasuk aurat.

 

Pendapat ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda,

 

عورة الرجل ما بين سرته إلى ركبته

 

“Aurat lelaki adalah antara pusar sehingga lututnya.” [HR. Ad-Daruquthni, Ahmad dan Abu Daud].

 

Juga hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 

الركبة من العورة

 

“Lutut termasuk aurat.” [HR. Ad-Daruquthni].

 

(Radd al-Muhtar Ala ad-Durr al-Mukhtar, Ibnu Abidin, DKI, 2/75-76; Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr, 1/743-745).

 

Madzhab Maliki

  • Aurat Lelaki: Dalam madzhab Maliki dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

 

  • Aurat Mughalazhah (utama): Aurat yang tidak dapat ditoleransi, yaitu dua alat vital, Qubul dan dubur.

 

  • Aurat Mukhaffafah (ringan): Aurat yang dapat ditoleransi, yaitu bagian tubuh selain dua alat vital yang terdapat di antara pusar dan lutut, baik di depan maupun di belakang.

 

  • Jika aurat mughalazhah terbuka saat shalat, maka shalatnya batal meski aurat itu tertutup saat memulai shalat. Menurut pendapat madzhab ini, shalat tersebut harus diulang sampai waktu yang tidak terbatas.

 

(Asy-Syarh ash-Shaghir, Ad-Dardir, 1/285; Asy-Syarh al-Kabir, Ad-Dardir, 1/211-217; Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd, 1/111; Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr, 1/745-748).

 

 

Madzhab Syafii

  • Dalam Madzhab Syafi’i, batas aurat lelaki adalah antara pusar dan lutut, baik di dalam shalat, thawaf, di hadapan laki-laki bukan mahram dan wanita yang memiliki hubungan mahram dengannya.

 

  • Meski ada perbedaan pandangan di kalangan ulama Madzhab Syafi’i terkait detail batasannya, namun pendapat yang shahih (pendapat yang kuat dalam Madzhab) Madzhab Syafi’i bahwa pusar dan lutut tidak termasuk aurat.

 

  • Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits riwayat Al-Harits bin Abi Usamah, dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

عورة الرجل ما بين سرته إلى ركبته

“Aurat lelaki adalah antara pusar dan lututnya.” [HR. Al-Baihaqi].

 

Hadits lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

لا تُبْرِزْ فَخِذَكَ وَلَا تَنْظُرْ إِلَى فَخِذِ حَيٍّ وَلَا مَيِّتٍ

 

“Jangan engkau perlihatkan pahamu, dan janganlah engkau lihat paha orang yang masih hidup atau yang telah meninggal.” [HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Al-Hakim dan Al-Bazzar].

 

غَطِّ فَخِذَكَ فَإِنَّهَا عَوْرَةٌ وَفِيْ لَفْظٍ فَإِنَّ الْفَخِذَ مِنَ الْعَوْرَةِ

 

“Tutuplah pahamu, sesungguhnya paha itu aurat.” [HR. Malik, Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzi].

 

  • Terkait perbedaan pandangan di kalangan ulama madzhab Syafi’i perihal apakah pusar dan lutut termasuk aurat atau tidak, juga diuraikan oleh Imam An-Nawawi rahimahullahu dalam al-Majmu’ bahwa Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ali asy-Syirazi (393 – 476 H) rahimahullahu menyatakan,

 

قال المصنف رحمه الله  :وَعَوْرَةُ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ وَالسُّرَّةُ والركبة ليسا مِنْ الْعَوْرَةِ وَمِنْ أَصْحَابِنَا مَنْ قَالَ هُمَا مِنْ الْعَوْرَةِ وَالْأَوَّلُ أَصَحُّ لِمَا رَوَى أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ” عَوْرَةُ الرَّجُلِ مَا بَيْنَ سُرَّتِهِ إلَى رُكْبَتِهِ

 

“Pengarang (Imam  Asy-Syirazi) berkata: aurat lelaki adalah antara pusar dan lutut. Pusar dan lutut tidak termasuk aurat, meski ada pendapat di antara ulama Madzhab Syafi’i mengatakan bahwa kedua bagian itu termasuk aurat. Namun pendapat pertama (yang menyatakan bahwa pusar dan lutut tidak termasuk aurat) merupakan pendapat yang shahih (pendapat yang kuat dalam Madzhab Syafi’i) sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aurat lelaki adalah antara pusar dan lututnya.” (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, DKI, 4/189).

 

Imam An-Nawawi juga menjelaskan,

 

أَنَّهَا مَا بَيْنَ السُّرَّةِ والركبة وليست السرة والكربة مِنْ الْعَوْرَةِ قَالَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ نَصَّ الشَّافِعِيُّ عَلَى أَنَّ عَوْرَةَ الْحُرِّ وَالْعَبْدِ مَا بين سرته وركبته وأن السرة والركبة ليسا عَوْرَةً فِي الْأُمِّ وَالْإِمْلَاءِ

 

Batas aurat lelaki adalah antara pusar dan lutut. Keduanya tidak termasuk aurat. Syaikh Abu Hamid menyatakan bahwa terdapat perkataan dari Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm dan Al-Imla’ bahwa aurat lelaki merdeka maupun budak adalah antara pusar dan lutut, pusar dan lutut tidak termasuk aurat.” (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, DKI, 4/191).

 

(Al-Majmu, Imam An-Nawawi, DKI, 4/189-192; al-Hawi al-Kabir, Imam Al-Mawardi, DKI, 2/174-175; Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr, 1/748-751).

 

Madzhab Hanbali

  • Batas aurat lelaki dalam Madzhab Hanbali sama seperti pandangan dalam Madzhab Syafi’i, yakni antara pusar dan lutut, dan kedua bagian tersebut tidak termasuk aurat.

 

(Al-Mughni, Ibnu Qudamah, Ad-Dar al-‘Alamiyyah, 1/642-644; Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr, 1/751-754).

 

Kesimpulan

 

Demikian penjelasan seputar batasan aurat laki-laki dalam perspektif empat madzhab. Jumhur ulama (Maliki, Syafi’i dan Hanbali) berpandangan bahwa batas aurat laki-laki adalah antara pusar hingga lutut, dan lutut tidak termasuk aurat. Sementara ulama Madzhab Hanafi menyatakan bahwa lutut termasuk aurat.

 

Dari uraian yang telah dijelaskan di atas, bisa kita simpulkan bahwa ulama berbeda pendapat seputar lutut, apakah masuk kategori aurat atau tidak. Kedua pendapat di atas merupakan pendapat para ulama ahlussunnah wal jamaah yang bersandar pada dalil-dalil yang muktabar di dalam Islam. Oleh sebab itu perbedaan pandangan dan praktik di masyarakat hendaknya dapat dimaklumi dan ditoleransi. Perbedaan ini tentunya memberi kemudahan bagi mereka yang perlu mengenakan celana pendek dengan lutut yang terbuka untuk kegiatan-kegiatan tertentu seperti berolahraga dan yang sejenis dengan itu. Bagi yang terbiasa atau lebih nyaman menutupnya tentu lebih utama karena menutup lebih sempurna.

 

Wallahu A’la wa A’lam

 

Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A

0 Comments

Leave a Comment

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password