Bersenggama di Siang Hari Ramadan, Apa Konsekuensinya?
Assalamualaikum. Ustadz, mohon penjelasan tentang hukum berhubungan badan di siang hari Ramadan. Apakah membatalkan puasa dan apa saja konsekuensinya? Terimakasih.
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Para ulama sepakat bahwa hubungan badan antara pasangan suami isteri di siang Ramadan adalah perbuatan yang diharamkan syariat, termasuk dosa besar serta merusak dan membatalkan puasa keduanya, baik terjadi orgasme ataupun tidak. Selain itu wajib mengqadha puasanya di luar Ramadan, serta wajib membayar kafarat (denda) pelanggaran. (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, DKI, 7/391; Raddul Mukhtar, Syaikh Ibnu Abidin, DKI, 3/385-386; Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 3/1709].
Dasar Keharaman
Dasar keharaman senggama di siang hari Ramadan adalah Al-Quran dan Al-Hadits berikut,
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ ۖ فَٱلْـَٰٔنَ بَٰشِرُوهُنَّ وَٱبْتَغُوا۟ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا۟ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَٰكِفُونَ فِى ٱلْمَسَٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” [QS. Al-Baqarah: 187].
Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ . قَالَ « مَا لَكَ » . قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَأَنَا صَائِمٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا » . قَالَ لاَ . قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ » . قَالَ لاَ . فَقَالَ « فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا » . قَالَ لاَ . قَالَ فَمَكَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ، فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِىَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ – وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ – قَالَ « أَيْنَ السَّائِلُ » . فَقَالَ أَنَا . قَالَ « خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ » . فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا – يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ – أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى ، فَضَحِكَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ « أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ »
“Suatu hari kami duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab, “Tidak”.
Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Kafarat Senggama
Berdasarkan hadits di atas, Jumhur (mayoritas) ulama dari Madzhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa kafarat bersenggama di siang hari Ramadan adalah salah satu dari tiga hal berikut secara berurutan; tidak boleh memilih opsi kedua atau ketiga, kecuali jika benar-benar tidak mampu melaksanakan opsi yang pertama. Berbeda halnya dengan ulama Madzhab Maliki yang berpandangan bahwa kafarat tersebut boleh dipilih berdasarkan kesanggupan, tidak wajib berurutan. (Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 3/1740].
Berikut rincian kafaratnya,
Pertama, membebaskan budak.
Kedua, puasa berturut-turut selama 2 bulan lamanya tanpa boleh terputus.
Ketiga, memberi makan 60 fakir miskin.
Apakah Kafarat wajib atas Suami saja atau keduanya?
Imam An-Nawawi rahimahullahu dalam Al-Majmu’ menyebutkan secara umum ulama berbeda dalam 4 pendapat dalam hal ini. (Al-Majmu’, DKI, 7/404-406):
- Kewajiban kafarat hanya atas suami saja
- Kewajiban kafarat atas keduanya, masing-masing 1 kafarat
- Kewajiban kafarat atas keduanya, namun pelaksanaan kafarat cukup dengan 1 kafarat oleh suami.
- Suami melaksanakan 2 kafarat (kafarat berganda) untuk dirinya dan untuk istrinya.
Jumhur (Mayoritas) ulama mengatakan bahwa suami dan istri yang sengaja bersenggama di siang Ramadan keduanya wajib menunaikan kafaratnya masing-masing sebagai konsekuensi karena dianggap telah merusak kemuliaan bulan Ramadan. Namun ulama Madzhab Syafi’i sebagaimana uraian Imam An-Nawawi rahimahullahu merajihkan pendapat bahwa kafarat hanya wajib atas suami saja.
والأَصَحُّ عَلىَ اْلجُمْلَةِ وُجُوْبُ كَفَارَةٍ وَاحَدَةٍ عَلَيْهِ خَاصَّةً عَنْ نَفْسِهِ فَقَطْ وَأَنَّهُ لَا شَئْ َعَلَى اْلمَرْأَةِ وَلَا يُلاَقِيْهَا اْلوُجُوْبُ
“Yang paling shahih dalam hal ini adalah kafarat hanya diwajibkan satu kali atas suami dan tidak ada konsekuensi dan kewajiban apapun atas istrinya .” (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, DKI, 7/406).
Hal ini juga diuraikan Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullahu dalam kitabnya Fiqh Sunnah,
وَمَذْهَبُ اْلجُمْهُوْرِ أَنَّ اْلمَرْأَةَ وَالرَّجُلَ سَوَاءٌ فِي وُجُوْبِ اْلكَفَارَةَ عَلَيْهِمَا مَادَمَا قَدْ تَعَمَّدَا اْلِجمَاعَ مُخْتَارْينِ فِي نَهَارَ رَمَضَانَ ناَوِيَيْنِ الصِّيَامَ… وَمَذْهَبُ الشَّافِعِي أَنَّهُ لَا كَفَارَةَ عَلىَ اْلمَرْأَةِ مُطْلَقًا, لَا فِي حَالَةِ اْلاِخْتِيَارِ وَلاَ فِي حَالَةِ اْلإِكْرَاِه, وَإِنَّمَا يُلْزِمُهَا الْقَضَاءَ فَقَطْ.
“Pendapat Jumhur (Mayoritas) ulama bahwa laki-laki dan wanita dibebankan kewajiban yang sama dalam kafarat, selama keduanya melakukan senggama dengan sengaja di siang Ramadan serta atas pilihannya sendiri tanpa ada paksaan dan keduanya sudah berniat berpuasa… Adapun pendapat Imam Asy-Syafi’i bahwa wanita tidak dikenakan kafarat secara mutlak, baik karena keinginan sendiri bersenggama atau dalam kondisi terpaksa. Wanita hanya diwajibkan mengqadha puasanya saja.” (Fiqh Sunnah, Sayyid As-Sabiq, Darul Fath Lil I’lam al-‘Arabiy 1/534).
Bagaimana apabila seseorang bersenggama di siang Ramadan Karena Lupa?
Kafarat atas senggama tidak berlaku apabila seseorang berada dalam salah satu kondisi berikut;
- Lupa
- Dipaksa bersenggama
- Tidak berniat melakukan puasa karena uzur tertentu, seperti safar (perjalanan), sakit, dan lain-lain.
- Wanita yang dipaksa suaminya, maka kewajiban kafarat hanya atas suaminya saja.
Hal ini sebagaimana uraian Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullahu,
فَإِنْ وَقَعَ اْلجِمَاعَ نِسْيَانًا أَوْ لَمْ يَكُوْنَا مُخْتَارَيْنِ بِأَنْ أُكْرِهَا عَلَيْهِ, أَوْ لَمْ يَكُوْناَ نَاوِيَيْنِ الصِّيَامَ فَلاَ كَفَارَةَ عَلىَ وَاحِدٍ مِنْهُمَا, فَإِنْ أُكْرِهَتْ المَرْأةُ مِنْ الرَّجُلَ أَوْ كَانَتْ مُفْطِرَةً لِعُذْرٍ وَجَبَتْ اْلكَفَارَةَ عَلَيْهِ دُوْنَهَا.
“Apabila hubungan badan terjadi dalam kondisi lupa, atau keduanya dipaksa dan bukan keinginan sendiri, atau keduanya tidak berniat melakukan ibadah puasa pada hari tersebut karena ada uzur maka tidak ada kafarat atas keduanya. Begitu pula wanita yang dipaksa suaminya, atau wanita yang memang tidak berpuasa karena uzur tertentu lalu dipaksa suaminya melakukan hubungan badan, maka kewajiban kafarat hanya atas suaminya saja.” (Fiqh Sunnah, Sayyid As-Sabiq, Darul Fath Lil I’lam al-‘Arabiy 1/534).
Mengulangi senggama di siang Ramadan, di hari yang sama, apakah berlaku 2 kali kafarat?
Apabila suami-istri melakukan hubungan badan lebih dari sekali di hari yang sama, maka keduanya hanya wajib menunaikan 1 kafarat saja. Kecuali jika keduanya melakukan hubungan badan di siang Ramadan di hari yang berbeda, maka berlaku kelipatan, berdasarkan kesepakatan para ulama. (Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 3/1728-1729).
Tetap Wajib Imsak, meski telah rusak puasanya!
Yang penting untuk diingatkan bahwa meskipun suami dan istri sudah rusak puasanya dan wajib menggantinya di luar bulan Ramadan, namun keduanya tetap wajib al-Imsak ba’dal Fithr, yaitu menahan diri dari makan dan minum serta pembatal lainnya di sisa hari tersebut sehingga terbenam matahari (waktu berbuka) sebagai bentuk penghormatan kepada Ramadan. Sebagaimana uraian para ulama,
من فسد صومه في أداء رمضان وجب عليه الإمساك بقية اليوم تعظيما لحرمة الشهر
“Siapa yang membatalkan puasanya ketika Ramadan, dia wajib untuk menahan diri dari makan, minum, di sisa harinya itu, sebagai bentuk perhormatan pada kemuliaan bulan Ramadan.” (Al-Fiqh ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, 1/909; Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 3/1703-1705).
Kesimpulan
Dari uraian di atas, kita bisa menyimpulan bahwa ada 5 (lima) konsekuensi bagi pasangan suami istri yang bersenggama secara sengaja di siang hari Ramadan;
- Keduanya telah melakukan dosa besar dan wajib bertobat kepada Allah ta’ala dengan taubat nasuha;
- Rusak puasa Ramadannya pada hari tersebut;
- Wajib mengqadha puasa di hari tersebut di luar Ramadan;
- Wajib Imsak (tetap menahan diri) dari segala yang membatalkan puasa pada sisa hari tersebut sehingga terbenam matahari.
- Keduanya wajib menunaikan kafarat atas perbuatan tersebut (Madzhab Jumhur Ulama), atau kafarat hanya Wajib bagi suami (Madzhab Syafi’i).
Wallahu A’la wa A’lam
Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A
0 Comments