Seorang muslim tidak semata-mata hidup untuk kehidupan dunia, ada kehidupan kedua (second life) yaitu kehidupan akhirat. Rutenya lebih panjang dan menegangkan. Di dunia, kita bisa berbalik arah jika arahnya tersasar, namun di akhirat tidak ada jalan pulang atau bertukar arah. Kompas jalannya harus terang jelas.
“Sesungguhnya dunia akan pergi meninggalkan kita, sedangkan akhirat pasti akan datang. Masing-masing dari dunia dan akhirat memiliki anak-anak, karenanya, hendaklah kalian menjadi anak-anak akhirat dan kalian jangan menjadi anak-anak dunia, karena hari ini adalah hari amal tanpa hisab, sedang kelak adalah hari hisab tanpa amal.” [HR. Al-Bukhari].
Dunia tempat beramal, belum ada Hisab. Maka jangan terlena. Kelak di akhirat, adalah hari Hisab (perhitungan) tak ada peluang beramal. Di dunialah tempat kita melakukan persiapan terbaik, mengumpul bekal pulang ke akhirat.
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” [QS. Al-Hasyr: 18].
Pertama, tujuan hidup kita di dunia adalah menjadi hamba Allah ta’ala, bukan menjadi hamba dunia. Visi hidup muslim, Allah jelaskan dalam Al-Quran,
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” [QS. Az-Zariyat: 56].
Kedua, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan lebih detail tentang peta jalan seorang muslim dalam untaian doa yang kita baca setiap pagi,
“Ya Allah, sungguh aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amal yang diterima.” [HR. Ibnu As-Sunni dan Ibnu Majah].
Dalam doa di atas, ada 3 petunjuk yang harus dijadikan visi untuk menjalani hidup, yaitu:
Ilmu yang bermanfaat; seorang muslim wajib belajar ilmu yang bermanfaat baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat. Ilmu yang bermanfaat akan mengantarkan kehidupan muslim lebih disiplin dan terarah.
Rezeki yang baik; adalah rezeki yang halal dan thayyib. Rezeki yang baik akan menjadi energi beramal shalih dan menjadi sumber keberkahan dalam kehidupan seorang muslim.
Amal yang diterima; target utama dalam melakukan amalan dan ibadah adalah diterimanya amal tersebut oleh Allah ta’ala. Syarat diterimanya amal adalah keikhlasan dan kesesuaian dengan pedoman syariat. Amal yang ikhlas namun bertentangan dengan syariah, tidak diterima Allah ta’ala, begitupula amal yang sesuai syariat namun tidak disertai keikhlasan menjadi tertolak.
Dalam menerjemahkan tiga visi di atas, ada 4 unsur yang tak boleh kita abaikan sebagai panduan,
• Menjadikan akhirat sebagai tujuan akhir dari kehidupan.
وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَىٰ
Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)”. [QS. Adh-Dhuha: 4].
• Tidak melupakan kehidupan dunia sebagai sarana mendapatkan pahala dan kebahagiaan untuk akhirat.
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” [QS. Al-Qashash: 77]
• Berbuat baik dan menjadi muslim yang bermanfaat untuk orang lain.
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, dan ad-Daruqutni].
• Tidak membuat kerusakan di muka bumi, baik dengan tangan, lisan maupun pikiran.
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” [QS. Al-A’raf: 56]
0 Comments