Jangan Ngegas, Umat Butuh Bimbingan Bukan Makian
Salah satu karakter fiqih Islam yang tidak dimiliki oleh produk regulasi manapun didunia ini adalah konsep Wasathiy, Tadrijiy wa Makhrajiy. Dibangun dengan pemahaman yang moderat, pendekatan yang gradual dan berorientasi solusi. Itu antara nilai-nilai yang menjadikan syariat Islam sholihun Li Kulli zamanin wa Makanin, bisa “beradaptasi” di setiap zaman dan tempat. Bisa berdialektika dengan perubahan apapun yang terjadi.
Khususnya dalam aspek muamalah yang prinsip dasarnya al-Ibaahah (boleh). Maka jangan jadikan sikap Ghuluw (melampaui batas) dan Tasyaddud (ekstrem) kita dalam beragama merusak reputasi Islam sebagai agama yang sejuk dan santun.
Sikap ekstrem juga disebut Tanaththu’. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ هَلَكَ المُتَنَطِّعُوْنَ
“Celakalah orang-orang yang ekstrem!” Beliau mengucapkannya tiga kali.” [HR. Muslim].
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu juga meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تُشَدِّدُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَيُشَدِّدُ اللهُ عَلَيْكُمْ فَإِنَّ قَوْمًا شَدَّدُوْا عَلَى أَنْفُسِهِمْ فَشَدَّدَ اللهُ عَلَيْهِمْ فَتِلْكَ بَقَايَاُهْم فِي الصَّوَامِعِ وَالدِّيَارِ وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوْهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ
“Janganlah kamu memberat-beratkan dirimu sendiri, sehingga Allah ta’ala akan memberatkan dirimu. Sesungguhnya suatu kaum telah memberatkan diri mereka, lalu Allah Azza wa Jalla memberatkan mereka. Sisa-sisa mereka masih dapat kamu saksikan dalam biara-biara dan rumah-rumah peribadatan, mereka mengada-adakan rahbaniyyah (ketuhanan/kerahiban) padahal Kami tidak mewajibkannya atas mereka.” [HR. Abu Daud].
Dalam hadits lain pula Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ إِلاَّ غَلَبَهُ
“Sesungguhnya agama ini mudah. Dan tiada seseorang yang mencoba mempersulit diri dalam agama ini melainkan ia pasti kalah (gagal).” [HR. Al-Bukhari].
Satu ketika putra Umar bin Abdul Aziz, Abdul Malik yang masih muda, sholih, dan berapi-api semangat dakwahnya menemui ayahnya dan memintanya untuk segera memberantas kemaksiatan yang merajalela. Ia berkata kepada sang ayah,
قال عبد الملك بن عمر بن عبد العزيز لأبيه: يا أبت، مالك لا تنفذ الأمور؟ فو الله ما أبالي لو أن القدور غلت بي وبك في الحق!
“Wahai ayah, mengapa berbagai hal tidak segera engkau laksanakan? Demi Allah, aku tidak perduli bila periuk mendidih yang dipersiapkan untukku dan untukmu dalam menegakkan kebenaran!”
“لا تعجل يا بني، فإن الله ذم الخمر في القرآن مرتين، وحرمها في الثالثة، وإني أخاف أن أحمل الحق على الناس جملة، فيدفعوه جملة، ويكون من ذا فتنة”
Akan tetapi sang ayah menjawab pertanyaan anaknya dengan bijak, “Jangan tergesa-gesa nak. Sesungguhnya Allah ta’ala saja mencela Arak (miras) dalam al-Quran sebanyak dua kali, baru kemudian mengharamkannya pada kali yang ketiga. Aku khawatir bila aku membawa kebenaran kepada manusia sekaligus, maka mereka juga akan meninggalkannya sekaligus, dan justru akan menjadi fitnah di tengah masyarakat.”
Imam Abu Ishaq Abu Ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad Al-Lakhmi Al-Gharnati, atau yang kita kenal dengan Imam Asy-Syathibi (w.790 H/1388 M) menukil kisah luar biasa ini dalam kitabnya al-Muwafaqat fi Ushul asy-Syariah.
Tak cukup ilmu dan semangat, berdakwah perlu hikmah dan kebijaksanakan. Harus ada tahapan dan skala prioritas, tak ada yang instan. Perlu kolaborasi antara hamasatu Syabab dan Hikmatu Syuyukh, semangat orang muda dan kebijaksanaan orangtua.
Seperti penjelasan Imam As-Suyuthi dalam Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul yang mengutip hadits riwayat Imam Al-Bukhari, yaitu ungkapan Ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
إنَّما نَزَلَ أوَّلَ ما نَزَلَ منه سُورَةٌ مِنَ المُفَصَّلِ، فِيهَا ذِكْرُ الجَنَّةِ والنَّارِ، حتَّى إذَا ثَابَ النَّاسُ إلى الإسْلَامِ نَزَلَ الحَلَالُ والحَرَامُ، ولو نَزَلَ أوَّلَ شَيءٍ: لا تَشْرَبُوا الخَمْرَ، لَقالوا: لا نَدَعُ الخَمْرَ أبَدًا، ولو نَزَلَ: لا تَزْنُوا، لَقالوا: لا نَدَعُ الزِّنَا أبَدًا
“Sesungguhnya yang pertama kali diturunkan (di dalam Al-Quran) adalah surat-surat pendek yang di dalamnya terdapat penyebutan surga dan neraka. Sehingga ketika manusia bersemangat (kuat hatinya) menerima Islam, turunlah ayat tentang halal dan haram. Seandainya yang pertama kali diturunkan adalah La Tasyrabuu al-Khamra (Janganlah kalian minum arak), pasti mereka akan berkata, “Kami tidak akan meninggalkan arak selamanya. Dan seandainya yang pertama diturunkan itu adalah La Taznuu (Janganlah kalian berzina), niscaya mereka akan berkata, Kami tidak akan bisa meninggalkan zina selamanya!”
Fenomena dosa dan kemaksiatan di masyarakat boleh jadi menyempitkan dada dan menyesakkan jiwa. Kezaliman, kerusakan dan penyimpangan membuat hati bergemuruh. Rasa itu sejatinya memang ada pada hati setiap orang beriman. Kita ingin hal itu bisa sirna dalam sekerlipan mata, hilang musnah dalam waktu yang tak lama. Namun hal itu mustahil saudaraku. Perubahan itu butuh proses, butuh waktu. Al-Waqtu Juz’un Minal ‘Ilaj, boleh jadi waktu juga merupakan obat mujarab. Untuk itu bersabarlah.
Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A
0 Comments