Qadha Qabliah Shubuh, Bolehkah?
Assalamualaikum. Ustadz, saya biasa melakukan shalat Qabliah Shubuh secara rutin. Jika suatu ketika saya terlewat melakukannya, apakah boleh menqadhanya setelah shalat Shubuh? Jika boleh, apakah boleh juga mengqadha shalat-shalat rawatib lainnya. Mohon penjelasannya. Terimakasih.
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
- Sunnah Yang Utama
Shalat sunnah Qabliah Shubuh, atau disebut juga shalat sunnah fajar, adalah salah satu sunnah yang sangat ditekankan (Sunnah Muakkadah). Shalat ini memiliki keutamaan yang besar, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat fajar itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” [HR. Muslim].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa menjaga shalat sunnah Fajar, baik dalam kondisi mukim ataupun dalam perjalanan. Ini menunjukkan penting dan istimewanya shalat sunnah dua rakaat sebelum Shubuh.
Bahkan saking istimewanya shalat sunnah fajar ini, Rasulullah shalallahu alaihi wassalam tetap melaksanakannya meskipun dalam kondisi kesiangan dalam satu perjalanan. Suatu ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun saat matahari sudah terbit kemudian beliau menyuruh Bilal radhiyallahu ‘anhu untuk mengumandangkan azan Shubuh dan shalat sunnah fajar dua rakaat yang diikuti oleh para sahabat.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita,
عَرَّسْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ نَسْتَيْقِظْ حَتَّى طَلَعَتِ الشَّمْسُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لِيَأْخُذْ كُلُّ رَجُلٍ بِرَأْسِ رَاحِلَتِهِ؛ فَإِنَّ هَذَا مَنْزِلٌ حَضَرَنَا فِيهِ الشَّيْطَانُ . قَالَ: فَفَعَلْنَا، فَدَعَا بِالْمَاءِ فَتَوَضَّأَ، ثُمَّ صَلَّى سَجْدَتَيْنِ، ثُمَّ أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَصَلَّى الْغَدَاةَ
“Kami tidur untuk istirahat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terbangun ketika matahari telah terbit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya tiap orang berpegangan dengan tunggangannya. Sesungguhnya tempat ini didatangi oleh setan.” Abu Hurairah berkata lagi, “Kami pun melaksanakan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau meminta air untuk berwudhu. Lalu beliau mengerjakan shalat (sunnah) dua rakaat. Iqamah kemudian dikumandangkan, dan beliau pun mengerjakan shalat Shubuh.” [HR. An-Nasa’i].
- Qadha Qabliah Shubuh
Berdasarkan hadits di atas para ulama menyimpulkan Istihbab (sunnahnya) mengqadha shalat sunnah Fajar yang biasa kita lakukan agar tetap mendapat fadhilat dan pahalanya. (Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh, Syaikh Wahbah Az-Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 2/1155).
Selain itu kebolehan mengqadha shalat Sunnah Qabliah Shubuh juga disandarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Qais bin Qahd radhiyallahu ‘anhu,
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَصَلَّيْتُ مَعَهُ الصُّبْحَ، ثُمَّ انْصَرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَجَدَنِي أُصَلِّي، فَقَالَ: مَهْلًا يَا قَيْسُ، أَصَلَاتَانِ مَعًا ، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي لَمْ أَكُنْ رَكَعْتُ رَكْعَتَيِ الفَجْرِ، قَالَ: فَلَا إِذَنْ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumah, lalu iqamah pun dikumandangkan. Aku shalat Shubuh bersama beliau. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlalu, dan menjumpai aku sedang shalat. Rasulullah bersabda, “Wahai Qais! Bukankah Engkau sudah melaksanakan shalat Shubuh bersama kami? Aku menjawab, “Iya, wahai Rasulullah. Sesungguhnya aku tadi belum mengerjakan shalat sunnah dua rakaat fajar.” Rasulullah bersabda, “Kalau begitu silakan.” [HR. At-Tirmidzi].
- Boleh Qadha Shalat-Shalat Sunnah Utama Lainnya
Lantas bagaimana jika yang ditinggalkan shalat-shalat sunnah rawatib (shalat sunnah yang menyertai shalat fardhu) selain shalat Fajar, dan shalat sunnah yang utama lainnya seperti Tahajjud, apakah disunnahkan juga mengqadhanya?
Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menjelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila tertinggal shalat sunnah empat rakaat Qabliah Zhuhur, beliau mengqadhanya setelah shalat Zhuhur.
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم: كَانَ إِذَا لَمْ يُصَلِّ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ صَلَّاهُنَّ بَعْدَهَا
“Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak sempat mengerjakan shalat sunnah empat rakaat sebelum Zhuhur, Rasul mengerjakannya setelah Zhuhur.” [HR. At-Tirmidzi].
Syaikh Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi menjelaskan bahwa hadits di atas merupakan dalil kesunnahan menjaga shalat sunnah, walaupun dengan menqadhanya.
والحديث يدل على مشروعية المحافظة على السنن التي قبل الفرائض وعلى امتداد وقتها إلى آخر وقت الفريضة وذلك لأنها لو كانت أوقاتها تخرج بفعل الفرائض لكان فعلها بعدها قضاء
“Hadits tersebut menunjukkan dalil disyariatkannya menjaga shalat-shalat sunnah sebelum shalat fardhu serta menunjukkan dalil lamanya waktu mengerjakan shalat tersebut hingga akhir shalat fardhu. Karena walaupun waktu mengerjakan shalat tersebut di luar waktu mengerjakan shalat fardhu, maka mengerjakannya dihukumi qadha.” (Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’ at-Tirmidzi, Syaikh Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri, DKI, Beirut, 2/412).
Dalil sunnahnya mengqadha shalat sunnah rawatib yang sudah rutin dilakukan juga terlihat dalam hadits yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengqadha shalat dua rakaat ba’diah Zhuhur setelah shalat Ashar berdasarkan riwayat Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha,
أن النبي صلى الله عليه وسلم قضى الركعتين اللتين بعد الظهر بعد صلاة العصر لما شغله ناس من بني عبد القيس
“Sesungguhnya Nabi pernah shalat dua rakaat ba’diah Zhuhur yang dilakukan setelah shalat Ashar karena disibukkan oleh urusan Bani Abdil Qais.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Imam Al-Baghawi dalam Syarah Sunnah juga menjelaskan bahwa diperbolehkan mengqadha shalat sunnah ini bersandar pada hadits yang diriwayatkan Qais bin Fahd sebelumnya. (Syarh Sunnah: Abu Muhammad al-Husein bin Masud bin Muhammad bin al-Fara’ al-Baghawi, Beirut: al-Maktab al-Islami, 3/335).
Imam an-Nawawi rahimahullahu dalam al-Majmu’ juga menguatkan pendapat Imam Al-Baghawi tentang Istihbab (sunnahnya) mengqadha shalat sunnah rawatib yang terlewat,
ذكرنا أن الصحيح عندنا استحباب قضاء النوافل الراتبة وبه قال محمد والمزني وأحمد في رواية عنه وقال أبو حنيفة ومالك وأبو يوسف في أشهر الرواية عنهما لا يقضي دليلنا هذه الاحاديث الصحيحة
“Kami menyebutkan bahwa pendapat yang shahih menurut Madzhab Syafi’i adalah sunnahnya mengqadha shalat sunnah rawatib. Ini merupakan pendapat dari Imam Muhammad, Muzanni, dan Imam Ahmad dalam satu riwayat. Sedangkan pendapat Abu Hanifah, Imam Malik, dan Abu Yusuf dalam riwayat yang masyhur menjelaskan bahwa tidak perlu diqadha. Adapun dalil kami terkait sunnahnya menqadha shalat sunnah berdasarkan hadits-hadits shahih.” (Al-Majmu’: Imam An-Nawawi, Beirut, DKI 5/46-47).
Selain shalat sunnah Rawatib, sunnah pula mengqadha shalat-shalat sunnah yang utama seperti shalat Tahajjud yang terlewat. (Al-Majmu’: Imam An-Nawawi, Beirut, DKI 5/46). Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – إِذَا فَاتَتْهُ الصَّلاةُ مِنَ اللَّيْلِ مِنْ وَجَعٍ أَوْ غَيْرِهِ ، صَلَّى مِنَ النَّهَارِ ثِنْتَيْ عَشرَةَ رَكْعَةً
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila terlewat shalat malam karena sakit atau yang lainnya, beliau melakukan shalat pada waktu siang sebanyak dua belas rakaat.” [HR. Muslim].
Kesimpulannya adalah shalat-shalat sunnah rawatib seperti dua rakaat Qabliah Shubuh dan rawatib lainnya, termasuk shalat-shalat sunnah yang utama seperti Tahajjud, sunnah hukumnya diqadha apabila terlewat agar kita tetap mendapatkan kebaikan dan keutamaannya.
Wallahu A’la wa A’lam
Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A
0 Comments