Berapa Jumlah Minimal Jamaah Shalat Jumat?

Assalamualaikum. Ustadz, mohon penjelasan pandangan ulama 4 Madzhab tentang jumlah minimal jamaah shalat Jumat. Berapakah jumlahnya sehingga shalat Jumat bisa dilaksanakan, serta pendapat yang manakah yang relevan diamalkan di Indonesia. Terimakasih.

 

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

 

Shalat Jumat hukumnya Wajib bagi setiap lelaki muslim, berakal dan baligh. Shalat Jumat tidak boleh ditinggalkan tanpa uzur berdasarkan dalil yang jelas dari Al-Quran, As-Sunnah, dan Ijma’ (konsensus) para ulama. (Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 2/1278-1280; Fiqh Sunnah, Sayyid As-Sabiq, Darul Fath Lil I’lam al-‘Arabiy 1/358; Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, DKI, 5/453-455; Al-Hawi al-Kabir, Imam Al-Mawardi Al-Bashri, DKI, 2/400).

 

Di antara dalil kewajiban shalat Jumat, firman Allah ta’ala yang menyatakan,

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” [QS. Al-Jumu’ah Ayat 9].

 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

 

الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ

“Shalat Jum’at itu wajib bagi setiap Muslim dengan berjamaah, kecuali empat golongan, yaitu hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang yang sakit.” [HR Abu Daud, dan Al-Hakim].

 

رَوَاحُ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ

“Berangkat shalat Jumat adalah kewajiban bagi setiap orang yang aqil baligh.” [HR. An-Nasa’i].

 

Berdasarkan dalil di atas, maka setiap lelaki akil baligh yang meninggalkannya secara sengaja tanpa ada uzur telah melakukan dosa dan dianggap telah berbuat Nifaq (kemunafikan) dalam agama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

لقد رَأيتُنا وما يتخلَّفُ عن الصَّلاةِ إلا منافقٌ قد عُلِمَ نفاقُهُ أو مريضٌ

“Aku melihat bahwa kami (para sahabat) memandang orang yang tidak shalat berjama’ah sebagai orang munafik, atau sedang sakit.” [HR. Muslim].

 

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberi peringatan kepada mereka yang meninggalkan shalat Jumat dengan sabdanya,

 

مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ

“Siapa yang meninggalkan tiga kali shalat Jumat karena meremehkan, niscaya  Allah akan mengunci hatinya.” [HR. Abu Dawud, An-Nasai, dan Ahmad].

 

 لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمْ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنْ الْغَافِلِينَ

“Hendaknya suatu kelompok menyudahi perbuatannya dalam meninggalkan shalat Jumat atau (pilihannya) Allah SWT akan mengunci mati batin mereka, kemudian mereka menjadi lalai sungguhan.” [HR Muslim].

 

📒 Shalat Jumat Wajib Berjamaah

Terkait pelaksanaan shalat Jumat, ulama sepakat harus dilakukan secara berjamaah sebagai syarat sahnya shalat Jumat. Hal ini sebagaimana hadits riwayat Abu Daud dan Al-Hakim di atas dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan shalat Jumat bagi setiap muslim dengan berjamaah. (Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 2/1295).

 

Kesepakatan ulama tentang wajibnya shalat Jumat dilaksanakan secara berjamaah, juga diungkapkan oleh Imam An-Nawawi rahimahullahu dalam Al-Majmu. Beliau menjelaskan,

 

أجمع العلماء على أن الجمعة لا تصح من منفرد , وأن الجماعة شرط لصحتها

“Para ulama sepakat bahwa shalat Jumat tidak sah dikerjakan sendirian. Berjamaah merupakan syarat sahnya shalat Jumat.” (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, DKI, 5/484).

 

📒 Jumlah Minimal Jamaah Shalat Jumat

Meski ulama sepakat bahwa Shalat Jumat wajib dilaksanakan secara berjamaah, namun mereka berbeda pendapat terkait jumlah minimalnya. Ada 15 pendapat di kalangan ulama terkait batas minimal jamaah shalat Jumat, sebagaimana pernyataan Syaikh Sayyid As-Sabiq dalam Fiqh Sunnah, Darul Fath Lil I’lam al-‘Arabiy 1/362. Namun setidaknya ada 4 pendapat yang masyhur di kalangan ulama terkait hal ini. Berikut rinciannya:

 

🌀 Pendapat Pertama: Minimal 2 orang.

Ini adalah pendapat Imam Daud Al-Dzahiri dan Ibnu Hazm Al-Andalusi. Sebagaimana diuraikan di dalam Al-Muhalla bil Atsaar,

 

٥٢٢مسألة : والجمعة إذا صلاها اثنان فصاعدا ركعتان يجهر فيهما بالقراءة. ومن صلاهما وحده صلاهما أربع ركعات يسر فيها كلها، لأنها الظهر.

“Shalat Jumat dilaksanakan sebanyak 2 rakaat oleh minimal 2 orang dengan mengeraskan bacaan. Orang yang shalat sendiri maka harus empat rakaat dengan melirihkan bacaan, karena itu shalat Zhuhur.” (Al-Muhalla bil Atsaar, Ibnu Hazm al-Andalusi, Ad-Dar al-‘Alamiyyah, 2/271).

 

Pendapat ini berawal dari uraian tentang definisi shalat berjamaah minimal dua orang yang merujuk pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Malik bin Huwairis yang berbunyi,

 

أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ : قَالَ لَهُ : إِذَا سَافَرْتُمَا فَأَذِّنَا وَأَقِيْمَا وَلْيَؤُمُّكُمَا أَكْبَرُكُمَا.

“Rasulullah telah berkata kepadanya: Jika kalian berdua bepergian maka adzanlah dan dirikan shalat, dan hendaknya yang paling tua usianya menjadi Imam.”  [HR. Al-Bukhari].

 

🌀 Pendapat Kedua: Minimal 3 orang selain Imam.

Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, Muhammad bin Al-Hasan, dan lain-lain. (Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 2/1295; Raddul Mukhtar ‘ala ad-Durr al-Mukhtar, Syaikh Ibnu Abidin, DKI, 3/24).

 

Di antara dalil yang menjadi sandaran pendapat ini firman Allah ta’ala,

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli..” [QS. al-Jumu’ah: 9].

 

Dalam ayat ini, Allah ta’ala memerintahkan orang-orang beriman dalam bentuk kata ganti jamak. Dan dalam bahasa Arab, ukuran jamak minimal adalah 3 orang. Sehingga jika ada 3 orang, mereka wajib melakukan shalat Jumat. (Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 2/1295; Raddul Mukhtar ‘ala ad-Durr al-Mukhtar, Syaikh Ibnu Abidin, DKI, 3/24-25).

 

Dalil kedua yang menjadi sandaran adalah hadits dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

إِذَا كَانُوا ثَلَاثَةً فَلْيَؤُمَّهُمْ أَحَدُهُمْ وَأَحَقُّهُمْ بِالْإِمَامَةِ أَقْرَؤُهُمْ

“Apabila ada 3 orang melakukan safar, hendaknya salah satu menjadi imam. Dan yang paling berhak menjadi imam adalah yang paling banyak hafalan al-Qurannya.” [HR. Muslim].

 

🌀 Pendapat Ketiga: Minimal 12 orang.

Ini adalah pendapat ulama Madzhab Maliki. Antara sandarannya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu ketika sedang berkhutbah. Tiba-tiba datang rombongan unta yang membawa makanan dan dagangan dari Syam. Lalu jamaahpun langsung bubar meninggalkan khotbah dan mengerumuni kafilah tersebut. Sehingga yang tersisa bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya 12 orang. Lalu Allah ta’ala menurunkan firman-Nya,

 

وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا

Apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah).” [QS. al-Jumu’ah: 11].

 

Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap melanjutkan khotbah dan shalat Jumat, meskipun jumlah jamaah tinggal 12 orang. Maka ulama Madzhab Maliki menyimpulkan bahwa 12 orang adalah batas minimal jamaah shalat Jumat. (Al-Fiqh Al-Islamy wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Zuhaily, Darul Fikr Al-Mu’ashir, 2/1296).

 

🌀 Pendapat Keempat: Minimal 40 orang.

Ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi’i, ulama Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hanbali. Pendapat ini juga merupakan pendapat Umar bin Abdul Aziz, Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah bin Mas’ud al-Hadzali, Ahmad bin Hanbal, Ishaq, dan lain-lain. (Al-Hawi al-Kabir, Imam Al-Mawardi Al-Bashri, DKI, 2/409).

 

Terkait hal ini, Imam An-Nawawi rahimahullahu mengatakan,

 

فلا تصح الجمعة إلا باربعين رجلا بالغين عقلاء احرارا مستوطنين للقرية أو البلدة التى يصلي فيها الجمعة لا يظعنون عنها

“Tidak sah shalat Jumat kecuali yang dihadiri 40 lelaki yang telah baligh, berakal, merdeka, menetap di sebuah kampung atau kota tempat dilaksanakan shalat Jumat, dan mereka tidak berpindah-pindah (nomaden).” (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi, DKI, 5/475).

 

Antara dalil yang menjadi sandaran pendapat ini adalah hadits dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berikut,

 

عَنْ جَابِرٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : مَضَتِ السُّنَّةُ أَنَّ فِى كُلِّ ثَلاَثَةٍ إِمَامًا، وَفِي كُلِّ أَرْبَعِينَ فَمَا فَوْقَ ذَلِكَ جُمُعَةٌ وَفِطْرٌ وَأَضْحًى، وَذَلِكَ أَنَّهُمْ جَمَاعَةٌ

“Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, “Sunnah yang telah dilakukan sejak dulu bahwa pada setiap tiga orang maka ada seorang yang dijadikan sebagai imam dan pada setiap empat puluh orang atau lebih dari itu maka didirikan shalat Jumat, Idul fithri dan Idul Adha, karena mereka adalah jamaah.” [HR. ad-Daraquthni dan al-Baihaqi].

 

Selain itu Imam An-Nawawi rahimahullahu juga menyatakan dalam Al-Majmu’ bahwa antara sandaran terkuat Madzhab Syafi’i dalam hal ini adalah dalil yang disimpulkan dari perkataan Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

 

أَوَّلُ مَنْ جَمَّعَ بِنَا فِي اْلمَدِيْنَةِ فِى هَزْمِ النَّبِيتِ مِنْ حَرَّةِ بَنِى بَيَاضَةَ فِى نَقِيعٍ يُقَالُ لَهُ نَقِيعُ الْخَضِمَاتِ. قُلْتُ كَمْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ قَالَ أَرْبَعُونَ.

“As’ad bin Zararah adalah orang pertama yang mengadakan shalat Jumat bagi kami di Madinah, yaitu di daerah Hazmi An-Nabit dari kawasan Bani Bayadhah di daerah Naqi’ yang terkenal dengan Naqi’ Al-Khadhamat. Saya bertanya kepadanya, “Waktu itu, berapa jumlah kalian?” Dia menjawab, ”Empat puluh orang.” [HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Al-Hakim].

 

Ini juga merupakan pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat yang masyhur. Ibnu Qudamah rahimahullahu mengatakan,

 

أما الأربعون فالمشهور في المذهب أنه شرط لوجوب الجمعة وصحتها؛  وروي ذلك عن عمر بن عبد العزيز و عبيد الله بن عبد الله بن عتبة وهو مذهب مالك و الشافعي

“Tentang jumlah 40 orang yang masyhur dalam Madzhab Hanbali, jumlah ini merupakan syarat wajib dan syarat sahnya shalat Jumat. Pendapat ini diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz, Ubaidillah bin Abdillah bin Uthbah, dan merupakan pendapat Imam Malik dan Imam Asy-Syafii.” (Al-Mughni, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, Darul Fikr, 2/171).

 

Dengan perbedaan yang ada, maka pendapat yang manakah yang relevan diamalkan di Indonesia?    

 

Mengingat perkara ini adalah masalah khilafiyah yang mu’tabar (diakui) di kalangan ulama ahlussunnah, maka tentu ada kelonggaran untuk mengamalkan salah satu dari pendapat yang ada. Meski mazhab fikih pilihan mayoritas muslim Indonesia adalah Madzhab Syafi’i yang menyatakan bahwa minimal jamaah shalat Jumat adalah 40 orang, tentu tidak salah jika ada masyarakat yang memilih pendapat berbeda. Seeloknya hal tersebut dikembalikan kepada tradisi dan kebiasaan yang dipraktekkan di daerah kita masing-masing. Dengan semangat menjalankan syariat dalam bingkai persatuan dan ukhuwwah antara sesama umat Islam.

 

Wallahu A’la wa A’lam

Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A

0 Comments

Leave a Comment

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password