Khidmah Kepada Guru dan Meminta Restu
Salah satu ajaran yang ditanamkan di pesantren adalah khidmah. Secara bahasa, khidmah berarti pelayanan atau pengabdian. Melalui khidmah, seorang santri dapat memperoleh berkahnya ilmu. Hal ini sebagaimana nasehat yang sering disampaikan oleh Abuya Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki Al-Hasani rahimahullahu ta’ala bahwa,
ثبات العلم بالمذاكرة، وبركته بالخدمة،ونفعه برضا الشيخ
“Melekatnya ilmu dapat diperoleh dengan banyak muthala’ah, dan barakahnya dapat diraih dengan cara berkhidmah, sedangkan manfaatnya dapat diperoleh dengan restu sang guru.”
Khidmah kepada guru bisa dilakukan dalam beberapa bentuk. Antaranya membantu semua keperluan dan kebutuhannya baik dengan harta atau tenaga. Khidmah kepada guru juga bisa berbentuk mengamalkan, mengajarkan, dan menyebarkan segenap ilmu yang diberikan. Khidmah kepada guru juga bisa berbentuk minta restu dan selalu mendoakannya. Baik saat masih hidup terlebih jika sudah wafat. Imam Ahmad bin Hanbal (w 241 H) rahimahullahu berkata,
ﻭَﺇِﻧِّﻲ ﻷَﺩْﻋُﻮ ﻟِﻠﺸَّﺎﻓِﻌِﻲِّ ﻣُﻨْﺬُ ﺃَﺭْﺑَﻌﻴﻦَ ﺳَﻨَﺔٍ ﻓِﻲ ﺻﻼﺗﻲ
“Sungguh aku mendoakan untuk Asy-Syaafi’i selama 40 tahun dalam shalatku.” [Imam adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’ 8/217].
Abdurrahman bin Mahdi (w. 198 H) rahimahullahu berkata,
ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺃَﺑُﻮ ﺛَﻮْﺭٍ: ﻗَﺎﻝَ ﻟِﻲ ﻋَﺒْﺪُ اﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺑﻦُ ﻣَﻬْﺪِﻱٍّ: ﻣَﺎ ﺃُﺻَﻠِّﻲ ﺻَﻼَﺓً ﺇﻻَّ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﺃَﺩْﻋُﻮ ﻟﻠﺸﺎﻓﻌﻲ ﻓِﻴْﻬَﺎ
Abdurrahman bin Mahdi berkata kepada Abu Tsaur: “Tidak sekalipun aku melakukan shalat melainkan aku mendoakan untuk Asy-Syaafi’i di dalam shalat tersebut.” [Imam Adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’ 8/252).
Guru yang menjadi wasilah kita mengenal Allah subhanahu wa ta’ala dan mengenal RasulNya yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta mengajarkan kita kebaikan, selayaknya ditakzimi dan dimuliakan.
وعن أَبي أُمَامَة رضي الله عنه أنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ : فَضْلُ العَالِمِ عَلَى العَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى أدْنَاكُمْ ثُمَّ قَالَ رسول الله صلى الله عليه وسلم إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأهْلَ السَّماوَاتِ وَالأَرْضِ حَتَّى النَّمْلَةَ في جُحْرِهَا وَحَتَّى الحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِي النَّاسِ الخَيْرَ
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Keutamaan orang alim atas ahli ibadah, seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah tingkatannya dari kalian. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah, para Malaikat, serta seluruh penghuni langit dan bumi hingga semut dalam sarangnya dan ikan-ikan di lautan, benar-benar selalu mendoakan para pengajar kebaikan kepada manusia.” [HR. At-Tirmidzi].
Takzim juga harus disertai dengan ketaatan terhadap nasehat dan arahannya selama bukan kemaksiatan. Tentang ketaatan kepada guru, Imam Abu Sahal sebagaimana dikutip Imam An-Nawawi rahimahullahu dalam kitab At-Tahdzib mengatakan,
عُقُوْقُ الوَالِدَيْنَ تَمْحُوْهُ التَّوْبَةُ وَعُقُوقُ الأُسْتَاذِيْنَ لَا يَمْحُوْهُ شَيْءُ البَتَّةَ
“Durhaka kepada orang tua dosanya bisa hapus oleh taubat, tapi durhaka kepada guru tidak ada satupun yg dapat menghapusnya.” (Tahdzibul Asma wa al-Lughat, Imam An-Nawawi, 2/243).
Imam Ali bin Hasan Al-Aththas rahimahullahu mengatakan,
إﻥ ﺍﻟﻤﺤﺼﻮﻝ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﺍﻟﻔﺘﺢ ﻭﺍﻟﻨﻮﺭ ﺍﻋﻨﻲ ﺍﻟﻜﺸﻒ ﻟﻠﺤﺠﺐ، ﻋﻠﻰ ﻗﺪﺭ ﺍﻻﺩﺏ ﻣﻊ ﺍﻟﺸﻴﺦ ﻭﻋﻠﻰ ﻗﺪﺭ ﻣﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﻛﺒﺮ ﻣﻘﺪﺍﺭﻩ ﻋﻨﺪﻙ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻚ ﺫﺍﻟﻚ ﺍﻟﻤﻘﺪﺍﺭ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺷﻚ
“Memperoleh ilmu, futuh (ilham) dan cahaya yakni terbukanya hijab batin, adalah sesuai kadar adabmu terhadap gurumu. Kadar besarnya gurumu di hatimu, maka demikian pula kadar besarnya dirimu di sisi Allah tanpa ragu”. (Al-Manhaj As-Sawiy: 217).
Melalui khidmah dan restu guru, ilmu yang diperoleh bukan hanya tertanam lebih dalam, tetapi juga berlimpah keberkahan dan jangkauan manfaatnya lebih luas.
Wallahu a’lam
Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A
0 Comments