Dalam syarah kitab Ihya’ Ulum ad-Din, Ittihaf as-Sadat al-Muttaqiin karya Syaikh Muhammad bin Muhammad al-Husaini Az-Zabidi, yang lebih terkenal dengan nama Murtadha Az-Zabidi (1145 – 1205 H). Beliau rahimahullahu mengutip sebuah atsar dari sahabat mulia, Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu,
إنَّ الرَّجُلَ لَيَخْرُجُ مِنْ مَنْزِلِهِ وَعَلَيْهِ مِنَ الذُّنُوبِ مِثْلُ جِبَالِ تُهَامَةَ، فَإِذَا سَمِعَ الْعَالِمَ خَافَ وَاسْتَرْجَعَ عَنْ ذُنُوبِهِ، فَيَنْصَرِفُ إِلَى مَنْزِلِهِ وَلَيْسَ عَلَيْهِ ذَنْبٌ، فَلَا تُفَارِقُوا مَجَالِسَ الْعُلَمَاءِ، فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَخْلُقْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْضِ تُرْبَةً أَكْرَمَ مِنْ مَجَالِسِ الْعُلَمَاءِ
“Sesungguhnya seseorang keluar dari rumahnya, dan di atasnya menempel dosa sebanyak Gunung Tihamah. Namun ketika ia mendengar ilmu dari orang ‘Alim, ia menjadi takut, lalu bertaubat dari dosanya. Ia kembali ke rumahnya, dan tiada lagi dosa yang melekat padanya. Maka janganlah kalian tinggalkan majelis para ulama; sesungguhnya Allah tidak menciptakan tanah di muka bumi ini yang lebih mulia daripada majelisnya ulama.”
Bahkan jika manusia dan para penguasa tau betapa besarnya keutamaan dan keistimewaan majelisnya ulama, niscaya mereka akan saling bunuh untuk memperebutkannya. Beliau mengutip kalamnya Ka’ab al-Ahbar. Tabi’in yang mulia yang semula adalah tokoh Yahudi namun masuk Islam di masa Umar bin Khatthab,
وَقَالَ كَعْبُ الأَحْبَارِ: لَوْ أَنَّ أَحْوَالَ ثَوَابِ المَجَالِسِ بَدَا لِلنَّاسِ لَاقْتَتَلُوا عَلَيْهِ بِالسُّيُوفِ حَتَّى يَتْرُكَ كُلُّ ذِي إِمَارَةٍ إِمَارَتَهُ، وَكُلُّ ذِي سُوقٍ سُوقَهُ
Ka‘ab al-Ahbar berkata, “Seandainya keadaan pahala majelis-majelis ilmu dan dzikir itu tampak kepada manusia, niscaya mereka akan saling berperang untuk mendapatkannya dengan pedang. Hingga setiap pemegang jabatan meninggalkan jabatannya, dan setiap pedagang meninggalkan pasarnya.”
Imam Al-Ghazali rahimahullahu menceritakan tentang betapa mulianya kedudukan di akhirat bagi yang di dunia selalu bermajelis dengan ilmu dan ulama,
وَرَأَى عَمَّارٌ الزَّاهِدِيُّ مِسْكِينَةً الطَّفَاوِيَّةِ فِي الْمَنَامِ ، وَكَانَتْ مِنَ الْمُوَاظِبَاتِ عَلَى حِلَقِ الذِّكْرِ فَقَالَ مَرْحَبًا يَا مِسْكِينَةُ ، فَقَالَتْ : هَيْهَاتَ هَيْهَاتَ ، ذَهَبَتِ الْمَسْكَنَةُ وَجَاءَ الْغِنَى . فَقَالَ : هِيهِ فَقَالَتْ مَا : تَسْأَلُ عَمَّنْ أُبِيحَ لَهَا الْجَنَّةُ بِحَذَافِيرِهَا قَالَ وَبِمَ : ذَلِكَ قَالَتْ : بِمُجَالَسَةِ أَهْلِ الذِّكْرِ
‘Ammār al-Zāhidī melihat Miskīnah al-Tafāwiyyah dalam mimpi, sedangkan ia termasuk orang yang tekun menghadiri majelis-majelis zikir. Lalu ia berkata kepadanya, “Selamat datang wahai Miskīnah.”
Dia (Miskīnah) menjawab, “Jauh sekali, jauh sekali! Kemiskinan telah pergi dan kekayaan telah datang.”
Maka ia (‘Ammār) berkata, “Kenapa begitu?”
Dia menjawab, “Engkau bertanya tentang orang yang telah dihalalkan baginya surga seluruhnya?”
Ia (‘Ammār) berkata, “Dengan apa hal itu diperoleh?”
Dia menjawab, “Dengan duduk bersama ahli zikir.”
Ini juga sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: «إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً يَطُوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ أَهْلَ الذِّكْرِ، فَإِذَا وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللهَ تَنَادَوْا: هَلُمُّوا إِلَى حَاجَتِكُمْ، فَيَحُفُّونَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا. فَيَقُولُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: أُشْهِدُكُمْ أَنِّي قَدْ
غَفَرْتُ لَهُمْ. فَيَقُولُ مَلَكٌ مِنَ المَلَائِكَةِ: فِيهِمْ فُلَانٌ لَيْسَ مِنْهُمْ، إِنَّمَا جَاءَ لِحَاجَةٍ. قَالَ: هُمُ الجُلَسَاءُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ» رواه البخاري ومسلم
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat yang berkeliling di jalan-jalan mencari ahli zikir. Apabila mereka menemukan suatu kaum yang berzikir kepada Allah, mereka saling memanggil: ‘Mari, kemarilah kepada kebutuhan kalian (yaitu majelis zikir).’ Maka mereka menaungi mereka dengan sayap-sayapnya hingga mencapai langit dunia.
Lalu Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘Aku bersaksi kepada kalian bahwa Aku telah mengampuni mereka.’
Seorang malaikat berkata: ‘Di antara mereka ada si fulan yang bukan termasuk golongan mereka, dia hanya datang karena ada suatu keperluan.’
Allah berfirman: ‘Mereka adalah kaum yang para dudukannya tidak akan celaka orang yang duduk bersama mereka.’” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Untuk itu sahabat, perbanyaklah duduk di majelis ilmu dan dekatlah dengan majelisnya ulama, agar kita memperoleh manfaat dan berkahnya.
Wallahu a’lam
Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A
0 Comments