Apa Itu Ilmu Faraid?
Assalamualaikum. Ustadz, mohon dijelaskan apa yang dimaksud dengan ilmu Faraid atau ilmu Mawarits dan apa keutamaan mempelajarinya? Terimakasih.
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Pembagian warisan dalam Islam di atur dalam suatu disiplin ilmu yang biasa disebut Fiqh Mawarits atau Fiqh Faraid. Fiqh Mawaris فقه المواريث atau Fiqh Faraidالفرائض فقه adalah disiplin ilmu yang mengatur tata cara pembagian harta peninggalan orang yang meninggal dunia. Kedua istilah ini (Mawarits dan Fara’id) disebut dalam al-Quran maupun al-hadits. Sekalipun obyek pembahasan kedua ilmu ini sama, tetapi akar katanya berbeda. Kata مواريث adalah bentuk jamak (plural) dari ميراث dan mirats itu sendiri sebagai masdar dari ورث – يرث- ارثا – وميراثا .
Secara etimologi kata mirats mempunyai beberapa arti, di antaranya: al-Baqa’; al-intiqal dan al-Mauruts yang maknanya at-tirkah, yaitu harta peninggalan orang yang meninggal dunia. Ketiga kata ini lebih menekankan kepada obyek dari pewarisan, yaitu harta peninggalan pewaris.
Adapun kata Fara’id dalam kontek kewarisan adalah bagian para ahli waris. Faraid adalah bentuk jamak (plural) dari kata فرض(fardh) yang artinya bagian atau ukuran. Dengan demikian Faraid artinya ilmu yang mempelajari bagian-bagian warisan. Apabila dibandingkan kedua istilah di atas dalam pengertian bahasa, kata Mawarits mempunyai pengertian yang lebih luas.
Dasar Hukum Warisan dalam Islam
Pembagian warisan dalam Islam didasarkan pada sumber-sumber hukum yang jelas dan otoritatif, baik dari Al-Quran, As-Sunnah dan Ijma’ para ulama.
- Dalil Al-Quran
Al-Quran sebagai sumber utama hukum Islam memuat beberapa ayat yang secara khusus membahas tentang warisan. Antaranya:
يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوْلَٰدِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۚ فَإِن كُنَّ نِسَآءً فَوْقَ ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۖ وَإِن كَانَتْ وَٰحِدَةً فَلَهَا ٱلنِّصْفُ ۚ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِن كَانَ لَهُۥ وَلَدٌ ۚ فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُۥ وَلَدٌ وَوَرِثَهُۥٓ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ ٱلثُّلُثُ ۚ فَإِن كَانَ لَهُۥٓ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ ٱلسُّدُسُ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِى بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۚ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa: 11).
Firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَٰجُكُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّهُنَّ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۚ وَلَهُنَّ ٱلرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ ٱلثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُم ۚ مِّنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ ۗ وَإِن كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَٰلَةً أَوِ ٱمْرَأَةٌ وَلَهُۥٓ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا ٱلسُّدُسُ ۚ فَإِن كَانُوٓا۟ أَكْثَرَ مِن ذَٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَآءُ فِى ٱلثُّلُثِ ۚ مِنۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَىٰ بِهَآ أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَآرٍّ ۚ وَصِيَّةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
Artinya: “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (QS. An-Nisa: 12).
Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ ٱللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِى ٱلْكَلَٰلَةِ ۚ إِنِ ٱمْرُؤٌا۟ هَلَكَ لَيْسَ لَهُۥ وَلَدٌ وَلَهُۥٓ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَتَا ٱثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا ٱلثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِن كَانُوٓا۟ إِخْوَةً رِّجَالًا وَنِسَآءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ أَن تَضِلُّوا۟ ۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌۢ
Artinya: “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa: 176).
- Dalil As-Sunnah
Berikut antara hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memberikan penjelasan dan rincian tentang pembagian warisan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:أَلْحِقُوا الفَرائِضَ بأَهْلِها، فَمَا أَبْقَتِ الفَرائِضُ فَلِأَوْلى رَجُلٍ ذَكَرٍ
“Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berikan bagian warisan kepada ahli warisnya, selebihnya adalah milik laki-laki yang paling dekat dengan mayit.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Juga hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ فَرَّ مِنْ مِيرَاثِ وَارِثِهِ، قَطَعَ اللَّهُ مِيرَاثَهُ مِنَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang lari dengan membawa warisan ahli warisnya, Allah akan memutus warisannya dari surga pada hari kiamat.” [HR. Ibnu Majah].
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ
“Seorang muslim tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang muslim.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ لِلْقَاتِلِ مِنَ الْمِيْرَاثِ شَيْءٌ
“Si pembunuh tidak berhak mendapatkan warisan (dari orang yang dibunuh) sedikitpun.” [HR. Abu Daud].
- Dalil Ijma’
Terdapat sejumlah Ijma’ ulama terkait berbagai aspek hukum waris Islam. Ijma ini menjadi sumber hukum yang penting, terutama dalam menyelesaikan masalah-masalah yang tidak secara eksplisit dibahas dalam Al-Quran atau As-Sunnah.
Keutamaan Ilmu Faraid
Ilmu Faraid adalah ilmu yang mulia dan akan menjadi langka di akhir zaman, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِمُوْهَا، فَإِنَّهَا نِصْفُ الْعِلْمِ وَهُوَ يُنْسَى، وَهُوَ أَوَّلُ شَيْءٍ يُنْزَعُ مِنْ أُمَّتِي
“Pelajarilah ilmu faraid dan ajarkanlah, karena ilmu faraid merupakan separuh ilmu. Ilmu faraid adalah ilmu yang mudah dilupakan dan yang pertama kali dicabut dari umatku.” [HR. Ibnu Majah].
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
الْعِلْمُ ثَلَاثَةٌ، وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَضْلٌ: آيَةٌ مُحْكَمَةٌ وَسُنَّةٌ قَائِمَةٌ، وَفَرِيضَةٌ عَادِلَةٌ
“Ilmu itu hanya ada tiga dan selainnya adalah tambahan; ayat yang muhkamat (jelas), sunnah yang tegak, dan faraid yang adil.” [HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah].
Selain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita belajar ilmu waris, khalifah Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu juga secara khusus memerintahkan umat Islam mempelajari ilmu waris. Bahkan beliau menyebutkan kita harus mempelajari ilmu waris sebagaimana kita belajar Al-Quran,
عَنْ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ: تَعَلَّمُوا الفَرَائِضَ كَمَا تَتَعَلَّمُوْنَ القُرْآنَ
Dari Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, “Pelajarilah ilmu faraidh sebagaimana kalian mempelajari Al-Quran”. [HR. Ad-Daruquthni dan Al-Hakim].
Perintah ini membawa pesan penting dan sangat jelas bahwa belajar ilmu Faraid atau Mawarits ini sangat penting bagi umat Islam, karena disejajarkan dengan belajar Al-Quran.
Demikian penjelasannya, semoga memberi pencerahan.
Wallahu a’la wa a’lam
Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A
0 Comments