Bagi Warisan Sama Rata, Apakah Boleh? (Bagian 2)

Kelima, dalam prinsip fikih, hukum syara’ memandang ketentuan waris sebagai bagian dari faraid yang tidak boleh dihilangkan secara sepihak; tetapi fikih klasik juga mengakui konsep Sulh (perdamaian) dan Takhāruj (keluarnya sebagian ahli waris dengan imbalan tertentu atau persetujuan bersama) sebagai mekanisme penyelesaian yang valid bila dilakukan sesuai ketentuan. Ensiklopedia Fikih Kuwait menegaskan dan merinci syarat sahnya Sulh ini.
Praktik hukum positif Indonesia Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengakomodasi penyelesaian musyawarah antara ahli waris (Pasal 183 dan ketentuan terkait), sehingga pembagian equal/egal dapat diterima sebagai hasil kesepakatan seluruh ahli waris yang mengetahui dan merelakan hak syar‘i mereka. Namun catatan penting: apabila ada ahli waris yang merasa haknya dirampas atau terjadi unsur penipuan/paksaan, perjanjian itu bisa dibatalkan di pengadilan agama.
Keenam, para ulama meletakkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi dalam pembagian warisan sama rata (Qism bi-Taradhi),
١– أَنْ يَكُونَ جَمِيعُ الوَرَثَةِ بَالِغِينَ عَاقِلِينَ رَاشِدِينَ، وَالرُّشْدُ عِنْدَ جُمْهُورِ الفُقَهَاءِ مِنَ الحَنَفِيَّةِ وَالمَالِكِيَّةِ وَالحَنَابِلَةِ: حُسْنُ التَّصَرُّفِ فِي المَالِ، وَالقُدْرَةُ عَلَى اسْتِثْمَارِهِ وَاسْتِغْلَالِهِ اسْتِغْلَالًا حَسَنًا. وَعِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ: صَلَاحُ الدِّينِ وَالصَّلَاحُ فِي المَالِ. وَالمَقْصُودُ مِنْ كُلِّ ذَلِكَ أَنْ يَكُونَ الوَرَثَةُ جَمِيعًا أَهْلًا لِلتَّصَرُّفَاتِ المَالِيَّةِ، حَتَّى يُعْتَدَّ بِتَصَرُّفِهِمْ شَرْعًا. الموسوعة الفقهية الكويتية (٧/١٦٠).
- Semua ahli waris harus dalam keadaan baligh, berakal, dan rasyid (dewasa secara hukum dan bijak dalam mengelola harta). Menurut Jumhur ulama (Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah), “rasyīd” berarti mampu mengelola dan menggunakan harta secara baik dan bermanfaat.
Sedangkan menurut madzhab Syafi‘i, “rasyīd” berarti baik agama dan baik dalam mengelola harta. Intinya, semua ahli waris harus layak secara hukum untuk melakukan transaksi dan keputusan finansial, agar kerelaan mereka dianggap sah menurut syariat. (al-Mausū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 7/160).
٢– وَيُشْتَرَطُ أَيْضًا لِقِسْمَةِ التَّرِكَةِ بِالتَّرَاضِي، أَنْ يَكُونَ التَّرَاضِي حَقِيقِيًّا، دُونَ إِكْرَاهٍ وَلَا إِلْجَاءِ وَلَا حَيَاءٍ. وَذَلِكَ إِنَّمَا يَتَحَقَّقُ إِذَا كَانَ “الرِّضَا” سَلِيمًا، أَيْ: أَنْ يَكُونَ حُرًّا طَلِيقًا لَا يَشُوبُهُ ضَغْطٌ وَلَا إِكْرَاهٌ، وَلَا يَتَقَيَّدُ بِمَصْلَحَةِ أَحَدٍ كَرِضَا المَرِيضِ أَوِ الدَّائِنِ المُفْلِسِ، وَأَنْ يَكُونَ وَاعِيًا، فَلَا يَحُولُ دُونَ إِدْرَاكِ الحَقِيقَةِ جَهْلٌ أَوْ تَدْلِيسٌ أَوْ تَغْرِيرٌ أَوِ اسْتِغْلَالٌ أَوْ غَلَطٌ، أَوْ نَحْوُ ذَلِكَ مِمَّا يَعُوقُ إِدْرَاكَهُ. فَمِنْ عُيُوبِ الرِّضَا: الإِكْرَاهُ، وَالجَهْلُ، وَالغَلَطُ، وَالتَّدْلِيسُ، وَالتَّغْرِيرُ، وَالاسْتِغْلَالُ، وَكَوْنُ الرِّضَا مُقَيَّدًا بِرِضَا شَخْصٍ آخَرَ. الموسوعة الفقهية الكويتية (٢٢/٢٣٤).
- Syarat berikutnya adalah bahwa kerelaan tersebut benar-benar nyata dan bebas, bukan karena paksaan, tekanan, atau rasa sungkan. Hal ini dapat terwujud apabila ridha tersebut murni dan sehat, yakni dilakukan secara sukarela tanpa tekanan, paksaan, atau kepentingan tersembunyi, seperti ridha orang sakit atau orang yang bangkrut, dan dilakukan dengan kesadaran penuh, tanpa tertipu, tertindas, dieksploitasi, atau salah paham. Karena cacat-cacat ridha yang membuatnya tidak sah antara lain: paksaan, kebodohan, kekeliruan, penipuan, penyalahgunaan, dan keterpaksaan tergantung pada kerelaan orang lain. (al-Mausū‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 22/234)
٣– يَجِبُ عَلَى الوَرَثَةِ خَاصَّةً، وَعَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ عَامَّةً، أَنْ يَعْتَقِدَ أَنَّ قِسْمَةَ اللهِ تَعَالَى هِيَ الأَعْدَلُ وَالأَفْضَلُ، وَيَحْرُمَ عَلَيْهِ أَنْ يَعْدِلَ عَنْهَا كُرْهًا لَهَا، أَوْ يَعْتَقِدَ أَنَّ فِيهَا جَوْرًا، أَوْ أَنَّهَا غَيْرُ مُنَاسِبَةٍ لِلْعَصْرِ وَالزَّمَانِ كَمَا يَزْعُمُ التَّغْرِيبِيُّونَ وَأَمْثَالُهُمْ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَحْكَمِ الْحَاكِمِينَ (سُورَةُ التِّينِ: ٨)
وَقَالَ تَعَالَى: وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (سُورَةُ المَائِدَةِ: ٥٠)
- Wajib bagi para ahli waris secara khusus, dan bagi setiap Muslim secara umum, untuk meyakini bahwa pembagian yang Allah tetapkan adalah yang paling adil dan paling baik, dan haram bagi seseorang untuk menolak atau membencinya, atau berkeyakinan bahwa hukum itu zalim, atau menganggapnya tidak sesuai dengan zaman modern, sebagaimana disangka oleh kaum sekuler.
Allah Ta‘ālā berfirman: “Bukankah Allah Hakim yang paling adil di antara para hakim?” (QS. At-Tīn: 8).
Dan Allah juga berfirman: “Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Māidah: 50).
Imam Ibnu Katsir berkata,
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: {وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ} يُنْكِرُ تَعَالَى عَلَى مَنْ خَرَجَ عَنْ حُكْمِ اللهِ الْمُحْكَمِ، الْمُشْتَمِلِ عَلَى كُلِّ خَيْرٍ، النَّاهِي عَنْ كُلِّ شَرٍّ، وَعَدَلَ إِلَى مَا سِوَاهُ مِنَ الآرَاءِ وَالأَهْوَاءِ وَالاصْطِلَاحَاتِ الَّتِي وَضَعَهَا الرِّجَالُ، بِلَا مُسْتَنَدٍ مِنْ شَرِيعَةِ اللهِ… فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ مِنْهُمْ فَهُوَ كَافِرٌ، يَجِبُ قِتَالُهُ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى حُكْمِ اللهِ وَرَسُولِهِ.تفسير ابن كثير (٣/١٣١).
“Allah mencela siapa saja yang meninggalkan hukum-Nya yang sempurna —yang mengandung seluruh kebaikan dan melarang segala kejahatan — lalu beralih kepada pendapat, hawa nafsu, atau sistem buatan manusia tanpa dasar syariat. Barang siapa melakukan hal itu dan menjadikannya sebagai hukum pengganti hukum Allah, maka ia telah kafir dan wajib diperangi hingga kembali kepada hukum Allah dan Rasul-Nya.” (Tafsīr Ibn Kathīr, 3/131).
Syaikh Muhammad Sayyid Thanthawi berkata,
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: (وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ) إِنْكَارٌ مِنْهُ سُبْحَانَهُ لِأَنْ يَكُونَ هُنَاكَ حُكْمٌ أَحْسَنُ مِنْ حُكْمِهِ أَوْ مُسَاوٍ لَهُ
أَيْ: لَا أَحَدَ أَحْسَنُ حُكْمًا مِنَ اللهِ تَعَالَى عِنْدَ قَوْمٍ يُوقِنُونَ بِصِحَّةِ دِينِهِ، وَيُذْعِنُونَ لِتَكَالِيفِ شَرِيعَتِهِ، وَيُقِرُّونَ بِوَحْدَانِيَّتِهِ، وَيَتَّبِعُونَ أَنْبِيَاءَهُ وَرُسُلَهُ.التفسير الوسيط (١/١٢٩٢)
“Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada satu pun hukum yang lebih baik atau sepadan dengan hukum Allah. Orang-orang yang yakin kepada agama-Nya mengetahui bahwa hukum Allah adalah yang paling adil, dan mereka tunduk kepada syariat-Nya serta mengakui keesaan-Nya dan mengikuti para rasul-Nya.” (Tafsīr al-Wasīṭ, 1/1292).
Selain ketiga syarat di atas, Kompilasi Hukum Islam (KHI) menekankan setiap ahli waris telah mengetahui hak syar‘i masing-masing sebelum memberikan persetujuan; artinya persetujuan bukan karena ketidaktahuan akan bagiannya menurut faraid.
Namun dari perspektif ideal syar’i para ulama tetap menganjurkan agar pembagian mengikuti ketentuan Al-Qur’ān (furūḍ) — karena itu pembagian egal sebaiknya menjadi solusi kompromis yang bersifat exceptional (khusus karena maslahat keluarga), bukan norma untuk mengabaikan teks Al-Qur’ān. Banyak kajian akademik di Indonesia menegaskan: KHI membuka pintu kompromi, tetapi tidak menghapuskan kewajiban norma Qur’ani.
Pembagian warisan sama rata tidak otomatis haram; KHI memberi dasar hukum bagi penyelesaian melalui ṣulḥ (Pasal 183) sehingga pembagian egal boleh jika dilakukan atas dasar persetujuan penuh, sadar, tanpa paksaan, setelah menyelesaikan utang/wasiat, dan tidak merugikan pihak lain.
Mausuʻah Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah menguatkan pos ini dengan syarat-syarat klasik tentang keaslian persetujuan dan perlunya tidak ada unsur paksaan/penipuan yang membuat persetujuan batal.
Namun dari sudut pandang hukum kitab (nas al-Qur’ān) pembagian ideal tetap mengikuti bagian-bagian yang telah ditetapkan; pembagian sama rata lebih tepat dipandang sebagai solusi muamalah yang praktis/kompromistis, bukan penggantian norma syar‘i.
Teknis pembagiannya:
- Selesaikan semua kewajiban biaya terkait pengurusan jenazah.
- Bayar semua utang jenazah dari harta yang ditinggalkan.
- Tunaikan semua wasiat almarhum/almarhumah.
- Lakukan hitungan pembagian warisan sesuai ketetapan Al-Quran dan As-Sunnah.
- Setelah semua ahli waris mengetahui bagian masing-masing, semuanya membuat kesepakatan untuk membagi warisan sama rata, baik lisan maupun tulisan, tanpa ada paksaan dan tekanan.
- Penyerahan harta warisan kepada semua ahli waris.
Wallahu a’lam
Ust. Ardiansyah Ashri Husein, Lc., M.A



0 Comments